PENYEBARAN DAN PERKEMBANGAN ASWAJA HINGGA KE NUSANTARA
PENYEBARAN
DAN PERKEMBANGAN PAHAM ASWAJA HINGGA KE NUSANTARA
BAB
I
PENDAHULUAN
Wali Songo adalah ulama yang sangat
berjasa dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Siapapun tahu bahwa mereka adalah ulama-ulama penganut faham Ahlussunnah wal
Jama’ah yang telah berhasil menanamkan ajaran Islam mengikuti faham
Ahlussunnah wal Jama’ah dalam dada masyarakat muslim Indonesia.
Fakta bahwa mayoritas umat Islam
Indonesia sejak dulu hingga sekarang menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah,
dengan mengikuti madzhab Syafi’i dalam bidang fiqh. Sudah tentu mereka
mendapatkan faham tersebut dari ulama dan para da’i yang mengajak dan
mengajarkan tentang agama Islam kepada mereka. Sesuatu yang sangat mustahil
jika orang yang menyebarkannya tidak menganut faham Aswaja sementara yang
diajak adalah penganut setia faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Di sisi lain semua sepakat bahwa
da’i yang menyebarkan agama Islam ke Nusantara khususnya di pulau Jawa adalah
wali songo. Karena itu dapat dikatakan bahwa wali songo adalah penganut Aswaja,
kecuali jika ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa ajaran Aswaja masuk ke
Indonesia dan mengubah faham keagamaan yang telah berkembang terlebih dahulu.
Tetapi kenyataannya, tidak ada data sejarah yang menjelaskan hal tersebut.”Kata
Sunan adalah sebutan mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh
da’i Islam di Jawa. Dan akan dijelaskan nasab mereka hingga bersambung sampai
ke Imam al-Muhajir. Dan sungguh telah kami fahami dari apa yang mereka ajarkan,
bahwa mereka semua adalah ulama pengikut madzhab Syafi’i dan sunni dasar dan
aqidah keagamaannya. Mereka kemudian lebih terkenal dengan sebutan “wali
songo.” (Al-Imam al-Muhajir,174).
Materi yang akan kami bahas dalam
makalah ini yaitu:
1.Momen-momen berasejarah dalam
penyebaran Islam
2.Penyebaran Islam Masa
Pra-Walisongo
3.Penyebaran Islam Masa Walisongo
4.Penyebaran Islam Masa Pasca
Walisongo
BAB
II
PEMBAHASAN
- Momen-momen bersejarah dalam penyebaran Islam
Ada kesinambungan antara alur
geosospol dengan sejarah Islam di Nusantara.Memang banyak perdebatan tentang
awal kedatangan Islam di Indonesia ada yang berpendapat abad ke-18 dan ke-13 M.
Namun yang pasti tonggak kehadiran Islam di Indonesia sangat tergantung kepada
dua hal yaitu pertama kesultanan pasai di Aceh yang terdiri sekitar abad ke 13
dan kedua walisongo di Jawa yang mulai hadir pada akhir abad ke 15 bersamaan
dengan runtuhnya Majapahit. Namun dalam perkembangan islam selanjutnya yang
lebih berpengaruh adalah walisanga yang Dakwah Islamnya tidak hanya terbatas
diwilayah Jawa saja tetapi menggurita di seluruh pelosok Nusantara yang penting
untuk dicatat pula semua sejarawan sepakat bahwa Walisanga-lah yang dengan
cukup brilian mengkonteskan Aswaja dengan kebudayaan masyarakat Indonesia,
sehingga lahirlah Aswaja yang khas Indonesia yang sampai hari ini menjadi basis
bagi golongan tradisonalis.
No
|
Periode
|
Momensejarah
|
1
|
Islam awal prawalisanga
|
Masyarakat muslim bercorak maritim
pedagang berbasis diwilayah pesisir.
Mendapat hak istemewa dari
kerajaan Hindu yang pengaruhnya semakin kecil.
Fleksibelitas politik.
Dakwah dilancarkan kepada paraelit
penguasa setempat.
|
2
|
Walisanga
|
Konsolidasi kekuatan pedagang
muslim membentuk konsorsium bersama membidani berdirinya kerajaan Demak
dengan egalitarianisme Aswaja sebagai dasar Negara.
Sistem kasta secara bertahap
dihapus.
Islamisasi dengan media
kebudayaan.
Tercipta asimilasi dan pembauran
Islam dengan kebudayaan lokal bercorak Hindu Budha.
Usaha mengusir Portugis gagal
|
3
|
Pasca-walisanga-kolonialisme
|
Penyatuan Jawa oleh Trenggana
menyebabkan dikuasainya jalur laut Nusantara oleh Portugis,kekuatan Islam
masuk kepedalaman.
Kerajaan Mataram melahirkan corak
baru Islam Nusantara yang bersifat agraris sinkkretik
Mulai terbentuknya struktur
masyarakat feodal yang berkelindan dengan struktur kolonial mengembalikan
struktur kasta dengan gaya baru.
Kekuatan tradisionalis
terpecahbelah akibat banyaknya pesantren yang menjadi miniatur kerajaan
feodal.
Kekuatan orisinil Aswaja hadir
dalam bentuk perlawanan agama rakyat dan perjuangan menentang penjajahan.
Arus pembaruan Islam muncul di
Minangkabau melalui perang Padri.
Politik etis melahirkan kalangan
terpelajar pribumi, ide nasionalisme mengemuka.
Kekuatan islam mulai terkonsolidir
dalam serikat islam (SI).
Muhammadiyah berdiri sebagai basis
muslim modernis.
|
B.Masa Pra-Walisongo
1.Zaman Abu Mansur Al Maturidy
Nama lengkap beliau Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud Al samarqandi Al Maturidi Al Hanafi.Beliau lahir di Maturid
sebuah kota kecil di Samarkand.Nama Almaturidi nisbatkan dari dari
tempat kelahirannya Maturid. Maturid adalah sebuah kota kecil di wilayah Asia
Tengah, daerah yang sekarang disebut Usbekistan. Tahun kelahirannya tidak
diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abadke-3
Hijriyah. Gurunya dalam bidang Fiqih dan teologi adalah Nasyr bin Yahya Al
Balakhi. Al Maturidi hidup pada masa khalifah Al Mutawakil yang memerintah
tahun 232 – 274/847 – 861 M. Al Maturidi Wafat tahun 333 H, 9 tahun setelah
Wafatnya Imam Asy’ari.
Karir pendidikan Al Maturidi lebih
dikosentrasikan untuk menekuni bidang teologi daripada Fiqih. Ini dilakukan
untuk memperkuat pemahaman terhadap teologi yang banyak berkembang di
masyarakat pasa saat itu. Teologi-teologi yang berkembang pada saat itu lebih
banyak yang tidak sesuai dengan kaidah yang benar sesuai dengan akal dan
syara’.
Al Maturidy mendasarkan fikiran-fikirannya
dalam soal-soal kepercayaan kepada fikiran-fikiran imam abu hanifah yang
tercantum dalam kitabnya “al fiqh al akbar” dan “al fiqh al
absat”. Pengikut Maturidi juga adalah orang-orang hanafiah. Sebagai
pengikut Abu hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, Al
Maturidi banyak pula memakai akal dalam system teologinya.
Pemikiran-pemikiran Al Maturidi
banyak dituangkan dalam bentuk tulisan, diantaranya ialah Kitab Tauhid,
Ta’wil Al Quran, Makhaz Asy-Syara’I, Al Jadl, Al Ushul fi Ushul ad Din, Maqalat
fi Al Ahkam Radd Awa’il Al Abdillah li Al Ka’bi, Radd Al Ushul Al Khamisah li
Abu Muhammad Al Bahili, Radd Al Imamah li Al Ba’ad Ar Rawafid, dan Kitab
Radd ‘ala Al qaramatah. Selain itu ada pula karangan-karangan yang
diduga ditulis oleh Al Maturidi, yaituRisalah fi Al ‘Aqaid dan Syarh
Fiqh Al Akbar.
- Sejarah lahirnya aliran maturidiyyah
Al-Maturidiyah merupakan salah satu
aliran sunni yang dinisbatkan kepada penggagasnya bernama Muhammad bin Muhammad
bin Mahmud, yang dikenal dikalangan masyarakat dengan nama Abu Mansur Al
Maturidy. Belum ada catatan yang dapat menunjukkan dengan pasti kapan tokoh ini
lahir, tapi para ulama banyak yang berpendapat bahwa beliau lahir pada
pertengana abad ke tiga di daerah samarkand dan wafat pada tahun 333 H.. Abu
mansur merupakan salah seorang ulama yang mempelajari Usulul Fiqh hanafi. Pada
masa itu terjadi pergolakan pemikiran khususnya seputar fiqh wa usuluhu
khususnya antara Hanafiyah dan Syafi’iyah. Di saat badai perdebatan terjadi di
antara para fuqaha dan muhadditsin, serta ulama-ulama mu’tazilah baik dalam
bidang ilmu kalam ataupun fiqh dan usulnya pada kondisi itulah Abu Mansur Al
Maturidy hidup. Beliau dikenal sebagai ulama yang beraliran madzhab Hanafi.
Sebagaina disebutkan oleh kalangan ulama hanafiah, bahwa Abu Mansur memiliki
arus pemikiran teologi yang sama persis dengan Abu Hanifah.
Abu Mansur Al-Maturidy yang terkenal
dengan julukan Imâm Al Huda. Pernyataan ini membuktikan begitu besar pengaruh
beliau dalam masyarakat yang heterogen dengn segudang pendapat dan aliran dalam
beragama. Untuk memperkokoh kedudukannya dibidang teologi beliau banyak
menulis,diatanranya adalah Kitab Ta’wil Al- Qur’an, Kitab Ma’khud As Syarâ’I,
Kitab Al Jidal, Kitab Al Ushul fi Usul Ad Din, Kitab Al Maqâlât fi Al Kalâm,
Kitab At Tauhîd dan masih banyak lagi kitab yang lainnya.
Latar belakang lahirnya aliran ini,
hampir sama dengan aliran Al-Asy’ariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan
terhadap ajaran dari aliran Mu’tazilah, walaupun sebenarnya pandangan keagamaan
yang dianutnya hampir sama dengan pandangan Mu’tazilah yaitu lebih menonjolkan
akal dalam sistem teologinya.
Pemahaman teologi yang muncul pada
saat itu membuat Al Maturidi lebih mendalami teologi. Apalagi pada
ajaran-ajaran dari aliran Mu’tazilah yang menurutnya mulai nampak
keburukan-keburkannya dan tidak sesuai dengan jalan pemikirannya, kendatipun
demikian Al Maturidi juga masih mengikuti ajaran mu’tazilah meskipun tidak
utuh.
Sejarah menunjukkan peranan dan
pengaruh mu’tazilah mulai menurun setelah khalifah Mutawakil membatalkan aliran
mu’tazilah sebagai mazhab negara. Posisi mu’tazilah dimusuhi penguasa dan
mayoritas umat. Sehingga lahirlah teolog yang diterima oleh masyarakat banyak
yang berpegang pada Al Quran dan hadits dan kaum mayoritas. Inilah yang dimaksud
dengan ahlusunnah wal jama’ah.
- Pokok-pokok pemikiran Imam Al Maturidi
Abu Mansur Al Maturidy hidup sejaman
dengan Abu Hasan Al- Asy Arie, keduanya sama-sama berupaya menegaggak panji Ah
Lussunnah Wal jamaah ditengah kabutn pertikaian ideologi antar sekte dan aliran
Islam. Meskipun pada saat itu derah abu Mansur tidak sepanas Basrah dalam
pergolakan pemikiran antar sekte, akan tetapi di Samarkand juga ada berberapa
ulama yang berkiblat pada Muktazilah di Irak, merekalah yang menuai hantaman
pemikiran dari al Maturidi.
Perbedaan antara pemikiran Al- Asy
Arie dengan Al Maturidy akan tetapi perbedaan itu sangat sedikit sekali, bahkan
dapat dikatakan bahwa antara Al Asyarie dan Al Maturidy nyaris meiliki kesamaan
kalau tidak bisa di sebut sama. Bahkan Muhammad Abduh mengatakan bahwa
perbedaan antara Al Maturidiyah dan Al Asyariyah tidak lebih dari sepuluh
permasalahan dan perbedaan di dalamnya pun hanyalah perbedaan kata-kata
(al Khilâf Al Lafdziyu). Akan tetapi ketika kita mengkaji lebih dalam
aliran asy- Ariyah dan Maturidiyah maka perbedaan-berdeakan tersebut semakin
terlihat wujudnya. Tak dapat dipungkiri bahwa keduanya berupaya menentukan
akidah berdasarkan ayat-ayat tuhan yang terangkum dalam al- Qur’an secara
rasional dan logis. Keduanya memberikan porsi besar pada akal dalam
menginterpretasikan al- Qur’an dibandingkan yang lainnya. Menurut Al-Asyariyah
untuk mengetahui Allah wajib dengan syar’i sedangkan Maturidiyah sependapat
dengan Abu Hanifah bahwa akal berperan penting dalam konteks tersebut. Hal itu
merupakan salah satu contoh perbedaan keduanya.
Metodologi yang diterapkan
Maturidiyah meletakkan akal dengan porsi besar, sedangkan asyariyah lebih
berpegang pada naql, sehingga para pengkaji mengklaim bahwa Asyariyah berada
pada titik antara Muktazilah dan Ahlul Fiqh wal Hadist, adapun Maturidiah
barada pada posisi antara Muktazilah dan Al Asyariyah. Maka dengan demikian ada
sekte Muktazilah, Ahlul Hadist, kemudian Muktazilah Maturidiyah dan Al
Muhadtsun Al Asyairah.
Sekte Maturidiyah berpegang pada
akal berdasarkan petunjuk dari syariat, berbeda dengan Ahlul Fiqh dan Hadist
yang berpegang teguh pada naql tidak yang lain, khawatir terjadi kesalahan pada
pandangan akal sehingga dapat menyesatkan. Pendapat Ahlul Hadist ini hantam
dengan hujjah dalam kitab tauhid bahwa ini merupkan gaungguan syaithan. Urgensi
analisa tidak bisa diganggu gugat, bagaimana mungkin mengingkari akal yang
berfungsi untuk menganalisa, sedangkan Allah menyeru hambanya untuk selalu
berfikir, bertafakkur dalam melihat dan menganalisa seluruh apa yng terjadi di
alam ini, maka ini adalah bukti konkret bahwa berfikir dan bertafakkur adalah
sumber ilmu. Merkipun demikian maturidiah mengambil hukum berdasarkan akal yang
tidak bertentangan dengan syariat, jikalau terjadi pertentangan antar keduanya
maka yang diambil adalah hukum syariat. Jelas meskipun akal dijadikan landasan
berpikir dalam menentukan hukum akan tetapi semua itu harus bermuara dari nash.
Al Maturidiyah berpendapat bahwa
segala sesuatu pasti memiliki value, maka akal tentu dapat membedaan mana nilai
yang baik (good value) atau buruk (bad value) dari sesuatu itu.
Menurut mereka materi itu ada tiga. Pertama, yang mengandung nilai baik (good
value), kedua, mengandung nilai buruk (bad value) dan yang ketiga,
mengandung nilai baik maupun buruk, adapun syariat menjadi penentu utama dalam
menentukan bad value atau good value itu. Pendapat ini seirama dengan
Muktazilah, hanya saja muktazilah condong lebih tegas, mereka menyatakan bahwa
good value yang diketahui oleh akan menjadi suatu kewajiban yang harus
dilakukan begitupun dengan bad value yang diakui akal harus ditinggalkan. Jadi
yang paling menentukan di sini menurut Muktazilah adalah akal. Sedangkan
Maturiyah sedikit “malu” berpendapat sejelas Muktazilah, murut mereka jika akal
mengetahui bahwa sesuatu itu adalah benar salah maka yang menentukan hal itu
harus dilakukan atau tidak adalah syariat bukan akal, karena akal tidakbisa
menentukan syariat agama, yang menentuka syariat agama hanyalah Allah yang Maha
Tahu. Pendapat maturidiah ini tentu bersebrangan dengan keyakinan Asy Ariayah,
menurut mereka kebenaran itu dengan syariat berupa perintah dan keburukan itu
dengan syariat berupa larangan. Kebaikan adalah suatu kebaikan karena Allah memerintah
untuk melakukannya dan keburukan tetaplah menjadi keburukan karena allah
melarang untuk melakukannya. Dengan demikian maka pendapat Maturidiah menengahi
pendapat Muktazilah dan Al Asyariyah.
2.Zaman Al-Asy’ari
Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali
bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin
Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari,seorang sahabat Rasulullah
saw. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia
menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.
Abul Hasan Al-Asya’ari dilahirkan
pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324
H/935 M, ketika berusia lebih dari 40 tahun. Ia berguru kepada Abu Ishaq
Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia
belajar ilmu kalam dari Al-Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.
Al-Asy’ari yang semula berpaham
Mu’tazilah akhirnya berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh
sebagian sumber lama bahwa Abul Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal
yang berakhir dengan keputusan untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain
menyebutkan bahwa sebabnya ialah perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba’i
seputar masalah ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan).
Sumber lain mengatakan bahwa
sebabnya ialah pada bulan Ramadhan ia bermimpi melihat Nabi dan beliau berkata
kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah madzhab-madzhab yang mengambil riwayat dariku,
karena itulah yang benar.” Kejadian ini terjadi beberapa kali, yang pertama
pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, yang kedua pada sepuluh hari yang
kedua, dan yang ketika pada sepuluh hari yang ketiga pada bulan Ramadhan. Dalam
mengambil keputusan keluar dari Muktazilah, Al-Asy’ari menyendiri selama 15
hari. Lalu, ia keluar menemui manusia mengumumkan taubatnya. Hal itu terjadi
pada tahun 300 H.
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah
hanya sampai ia berusaha 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan
di hadapan jamaah masjid bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham
Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang
melatarbelakangi Al-Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah mengakuan
Al-Asy’ari telah bermimpi bertemu Rasulullah Saw. sebanyak tiga kali, yaitu
pada malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu,
Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela
faham yang telah diriwayatkan dari beliau.
Setelah itu, Abul Hasan memposisikan
dirinya sebagai pembela keyakinan-keyakinan salaf dan menjelaskan sikap-sikap
mereka. Pada fase ini, karya-karyanya menunjukkan pada pendirian barunya. Dalam
kitab Al-Ibanah, ia menjelaskan bahwa ia berpegang pada madzhab Ahmad bin
Hambal.
Abul Hasan menjelaskan bahwa ia
menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah, Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan
Murjiah. Dalam beragama ia berpegang pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan apa yang
diriwayatkan dari para shahabat, tabi’in, serta imam ahli hadits.
Madzhab Asy’ari bertumpu pada
al-Qur’an dan al-sunnah.Mereka mata teguh memegangi al-ma’sur.”Ittiba”lebih
baik dari pada ibtida’ (Membuat bid’ah).
Dalam mensitir ayat dan hadist yang
hendak di jadikan argumentasi, kaum Asy’ariah bertahap, yang ini merupakan pola
sebelumnya sudah di terapkan oleh Asy’ariah. Biasanya mereka mengambil makna lahir
dari anas (Teks al-quran dan al-Hadist), mereka berhati-hati tidak menolak
penakwilan sebab memang ada nas-nas tertentu yang memiliki pengertian sama yang
tidak bias di ambil dari makna lahirnya, tetapi harus di takwilkan untuk
mengetahui pengertian yang di maksud.
Kaum asy’ariah juga tidak menolak
akal, karena bagaimana mereka akan menolak akal padahal Allah menganjurkan agar
Ummat islam melakukan kajian rasional.
Pada prinsipnya kaum Asy’ariah tidak
memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang di lakukan kaum
mu’tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatka akal di dalam naql
(teks agama).akal dan nql saling membutuhkan.naql bagaikan matahari sedangkan
akal laksana mata yang sehat.dengan akal kita akan bias meneguhkan naql dan membela
agama.
- Masa Walisongo
Dalam catatan sejarah, islam
disiarkan ke Indonesia oleh dua petugas, yaitu para pedagang dan para sufi yang
datang dari Gujarat. Sebagai pedagang, tentu bukan hanya kontak jual beli
barang yang bisa dilakukan. Dalam saling hubungan, disampng berdagang sering
ada waktu sela yang bisa dimanfaatkan. Misalnya, memanfaatkan waktu untuk
menunaikan shalat atau kewajiban agama lain termasuk menyiarkan agama yang
dipeluknya kepada pihak lain.
Menurut pemberitaan di Tiongkok,
pada tahun 1416 itu di tanah Jawa sudah banyak didatangi orang islam. Para
pendatang Islam itu bukan penduduk asli tanah Jawa atau Nusantara, melainkan
berasal dari luar, yaitu orang-orang Gujarat yang berasal dari India sebelah
barat.
Maulana Malik Ibrahim adalah seseorang
yang diduga keras berasal dari Gambay di Gujarat yang hidup hingga tahun 822 H
atau tahun 1419. Yang berarti dia hidup dan menyebarkan agama islam di Jawa
khususnya Jawa Timur di kalangan para sultan, menteri, rakyat yang fakir dan
miskin, hingga sekitar tahun 1419 itu. Kalau Islam dimasa sekarang sudah
menjadi mayoritas penduduk di Jawa, maka itu tidak lepas dari jasa Malik
Ibrahim sebagai salah seorang dari Walisongo.
Islam masuk ke tanah Jawa melalui
para wali, yang kemudian dikenal dengan sebutan walisongo. Penyiarannya
berlangsung dengan suasana yang damai. Ajaran Islam tidak disebarkan dengan
pertumpahan darah, melainkan didakwahkan secara bijaksana oleh para wali.
Adapun sebab-sebab yang membawa
islam dapat disebarkan dalam suasana damai, antara lain sebagai berikut :
- Penyiar-penyiar Islam yang datang mula-mula adalah terdiri dari para pedagang dan sufi.
- Metode penyampaian dakwah Islam adalah sudah sejalan dengan ketentuan ajaran Al-Quran. Yaitu agar disampaikan dengan cara hikmah (bijaksana), dengan cara memberi pengajaran yang baik, serta dengan cara bertukar pikiran secara sebaik-baiknya.
- Kebijaksanaan para mubaligh yang datang, yang telah dapat menyelami dan memahami watak bangsa Indonesia.
Walaupun demikian, perjuangan para
walisongo di Jawa dalam penyebaran dan penyiaran agama islam mengalami periode
perjuangan, yaitu :
- Periode Gresik, yaitu periode yang berupa menyampaikan ajaran-ajaran islam kepada masyarakat luas dan mempergiat pembentukan kader-kader.
- Periode Demak, yaitu periode yang segala tenaga dan pikiran telah dicurahkan utuk menyusun kekuatan dan kekuasaan.
Kedua dari periode diatas,
berlangsung dalam waktu yang lama. Artinya, keduanya berlangsung dengan memakan
waktu yang tidak sekaligus. Dikedua periode ini, dakwah islam disampaikan
dengan memakan waktu yang puluhan tahun. Penyiaran dan penyebaran Islam di Jawa
pada zaman dahulu dipelopori oleh para wali. Namun yang sangat dikenal dalam
peloporan penyiaran agama islam dari sekian banyak wali tersebut dikenal dengan
sebutan Walisongo, yaitu wali yang berjumlah sembilan. Walisongo tersebut
adalah sebagai berikut :
- Maulana Malik Ibrahim ( Sunan Gresik )
Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan
nama Maulana Maghribi atau Syekh Maghribi. Silsilah keturunannya berasal dari
Zainul Abidin bin Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali bin Abu Thalib menantu dari
Nabi Muhammad SAW. Maulana Malik Ibrahim datang ke Indonesia pada tahun 750
H/1379 M, bersama rombongan untuk mengislamkan raja Majapahit dan
masyarakatnya. Raja Majapahit waktu itu adalah Hayam Wuruk, menerima dengan
baik kedatangan rombongan Maulana Malik Ibrahim. Ia diterima sebagaimana
layaknya tamu kerajaaan. Setelah berada di kerajaan Majapahit, Maulana Malik
Ibrahim mengenalkan agama Islam kepada para raja Majapahit. Namun karena raja
Majapahit sangat fanatik terhadap agama Hindu, dan di Jawa raja dianggap
keturunan dewa yang harus dijunjung tinggi dan ditaati, maka usaha Maulana
Malik Ibrahim mengislamkan raja Majapahit tidak berhasil. Tetapi hal tersebut
tidak menjadi penghalang bagi Maulana Malik Ibrahim karena ia malah
dipersilahkan untuk tetap tinggal di Majapahit dan di beri kebebasan untuk
berdakwah menyebarkan agama islam.
Maulana Malik Ibrahim mengambil
daerah Jawa Timur, tepatnya di gresik untuk menetap dan sebagai tempat untuk
tinggal dan mengembangkan agama islam. Langkah pertama yang diambil adalah ikut
bersama-sama masyarakat berdagang. Melalui perdagangan inilah ia sedikit demi
sedikit memperkenalkan agama islam kepada masyarakat. Dari waktu ke waktu,
pemeluk agama islam semakin bertambah, sehingga ia menganggap perlu untuk
membangun tempat peribadahan dan lembaga pendidikan. Ia mendirikan masjid dan
pondok pesantren. Melalui masjid dan pondok pesantren inilah ia dapat
mengembangkan agama islam kepada santri-santrinya yang berasal dari Gresik
sendiri ataupun yang berasal dari daerah lain.
- Raden Rahmat ( Sunan Ampel )
Raden Rahmat lahir di Champa pada
tahun 753 H/1401 M. Setelah berusia 20 tahun oleh ayahnya, Ibrahim Asmarakandi,
ia diperintahkan pergi ke Majapahit untuk mengislamkan Raja Majapahit yang
masih saudara sepupunya. Dalam perjalan, Raden Rahmat singgah di palembang yang
diperintah oleh Adipati Arya Damar. Sesampainya di Majapahit, ia mengajak raja
Majapahit untuk masuk islam. Sekalipun raja tidak mau masuk islam Raden Rahmat
diterima dengan baik dan diberi ijin untuk menyiarkan agama islam lalu diberi
tempat di Ampel Denta yang waktu itu masih merupakan rawa-rawa.
Di Ampel inilah Raden Rahmat
mendirikan pesantren untuk mendalami ilmu-ilmu agama dan sebagai tempat
berdakwah. Dan Raden Rahmat inilah yang menjadi sesepuh Walisongo. Ia juga
menjadi penasehat kerajaan islam. Bahkan ia ikut serta membangun masjid Demak
tahun 1479 dan menjadi penganjur berdirinya kerajaaan Demak. Karena itu, Raden
Rahmat mendapat gelar “ Sunan Ampel “.
- Raden Paku ( Sunan Giri)
Sunan Giri adalah salah seorang
diantara Walisongo, yang hidup pada abad ke-15 Masehi. Nama aslinya adalah
Raden Paku. Ada juga yang menyebutnya dengan Prabu Satmata, atau Sultan Abdul
Fakih. Jadi, Sunan Giri itu memiliki tiga buah nama.
Raden Paku ini diberi gelar dengan
Sunan Giri, sebab jasa-jasanya dalam mendirikan pesantren dan mengajar santri
di daerah Giri, Gresik. Dalam upaya memperoleh ilmu agama, ia mengusahakannya
dengan tekun belajar. Mula-mula ia memperoleh dari ayahnya sendiri, Maulana
Ishak, kemudian ia belajar dari Sunan Ampel, serta belajar dari beberapa ulama
didaerah Pasai (Aceh) dan tanah suci Makkah. Dalam penyebaran agama islam,
Sunan Giri mengirimkan beberapa muridnya untuk menyebarkan agama islam seperti
ke Sulawesi, Maluku, Madura, dan Nusa Tenggara. Sebagai penyebar agama islam ke
tengah-tengah masyarakat, Sunan Giri dikenal sangat sabar dan telaten pada
berbagai kalangan. Bahkan dalam menyampaikan tugas-tugas sucinya, ia sering
memanfaatkan kreativitasnya dalam menciptakan lagu-lagu ke tengah-tengah
masyarakat.
- Raden Maulana Makdum Ibrahim ( Sunan Bonang )
Nama asli Sunan Bonang adalah Raden
Maulana Makdum Ibrahim, dan sering disebut Raden Makdum. Ia putra Sunan Ampel
(Raden Rahmat )dari perkawinannya dengan Dewi Candrawati. Sunan Bonang menerima
pendidikan agama islam pertama kali dari orang tuanya sendiri, yaitu Sunan
Ampel. Setelah menginjak dewasa da dasar-dasar ilmu agama yang diajarkan oleh
orang tuanya dianggap sudah memadai, ia dikirim oleh orang tuanya bersama Raden
Paku, putera Maulana Ishak, untuk belajar ke Pasai ( Aceh ), dan selanjutnya ke
Mekkah, disampng untuk menunaiakan ibadah haji.
Setelah beberapa tahun lamanya
mendalami berbagai ilmu agama islam di Makkah, ia kembali ke tanah air dan
mengembangkan ajaran agama islam kepada masyarakat di Jawa Timur. Ia mengambil
daerah Tuban untuk tempat tinggal dan tempat dakwahnya. Sebagaimana
ayahandanya, Sunan Ampel, ia mendirikan pondok pesantren sebagai tempat
pendidikan bagi orang yang hendak menuntut ilmu pengetahuan agama islam
kepadanya dan juga ia mendirikan masjid untuk tempat ibadah shalat
santri-santrinya.
Ada salah satu kitab hasil karyanya
bernama Suluk Sunan Bonang yang berisikan pelajaran agama islam yang ditulis
dengan prosa Jawa Tengahan. Kepribadian yang luhur dan kedalaman ilmunya
membuat nama Sunan Bonang dikenal dimana-mana.
- Syekh Ja’far Shadiq ( Sunan Kudus )
Nama Sunan Kudus adalah Syekh Ja’far
Shadiq. Nama aslinya Raden Amir Haji putera Raden Usman Haji ( Sunan Ngudung )
penghulu dan panglima perang kerajaan Demak. Pada masa mudanya, Raden Amir Haji
pernah menjabat panglima perang kerajaan Demak, menggantikan ayahnya. Semasa
kecilnya, ia sudah terdidik di lingkungan yang patuh menjalankan agama dan
rajin mempelajari ajaran islam. Maka ketika berhenti dari jabatan panglima
perang, ia langsung bergerak dalam dunia dakwah.
Ia mengajarkan agama islam di
sekitar daerah Kudus dan Jawa Tengah pesisir utara. Sebagai guru dan Ulama Besar
yang mengajarkan ilmu Tauhid, hadist, usul, sastra, mantiq terutama ilmu hukum
islam ( syariat ) dan peradilan.
Cara Sunan Kudus menyiarkan agama
islam, juga seperti yang dilakukan wali-wali lainnya. Yaitu dengan cara yang
bijaksana. Ia pernah mengikat seekor lembu yang sangata dihormati orang hindu.
Lembu itu diikat disekitar masjid. Sehingga banyak rakyat yang masih memeluk
agama hindu waktu itu berbondong-bondong. Setelah mereka hadir, lalu Sunan
Kudus bertabligh. Dengan cara ini banyak diantara mereka yang memeluk agama
islam.
- Raden Mas Syahid ( Sunan Kalijaga )
Sunan Kalijaga adalah salah seorang
Walisongo yang cukup terkenal. Ia terkenal karena lima kelebihan utama, yaitu
berjiwa besar, toleran, berpandangan tajam, budayawan dan seniman, serta pujangga.Atas
kemampuan yang dimiliki Sunan Bonang, ia kemudian berkeinginan kuat untuk
menjadi muridnya. Drai pernyataan keinginannya, Sunan Bonang hanya mau
menerimanya menjadi murid ika ia sanggup menjaga tongkat yang ia tancapkan di
tepi sungai. Kemudian terjalinlah hubungan Guru-Murid antara Sunan Bonang dan
Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga).Dengan setianya, selaku murid, Raden Mas
Syahid menaati janjinya dala menjaga tongkat ditepi sungai itu. Dari waktu ke
waktu dijagalah tongkat itu dengan setia sehingga ia memenuhi persyaratan yang
diminta sang guru. Diisnilah ada dua istilah penting yaitu “Kali” dan “Jaga”.
Kali adalah Sungai dan Jaga adalah penjaga. Jika ditambah dengan Sunan akan
menjadi sunan penjaga (tongkat dekat) kali.
Waktu itu ia termasuk salah seorang
wali yang berkewajiban menyediakan salah satu tiang dari empat tiang pokok
(Sakaguru). Tiang tersebut ia buat dari tatal yaitu serpihan dari kayu sisa.
Dari situlah Sunan Kalijaga itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pendirian masjid Demak itu.
Sebagai tokoh yang kuat rasa toleran
dan berpandangan tajam,Dakwah Sunan Kalijaga adalah khas.Menurut pendapatnya,
menyampaikan ajaran islam perlu disesuaikan dengan keadaan setempat, dan
sedikit demi sedikit. Kepercayaan, adat istiadat, dan kebudayaan lama tidak
harus dihapuskan, tetapi diisi dengan unsur keislaman.Dikemudian hari ada
kesepakatan pendekatan dakwah, bahwa dakwah itu perlu ada yang dari atas juga
ada yang dari bawah.
Sebagian budayawan dan seniman Sunan
Kalijaga banyak mencipta yang menggambarkan pendiriannya itu. Ia menciptakan
dua perangkat gamelan yaitu Nagawilaga dan Guntur Madu. Ia juga menciptakan
sebuah wayangyang dilukiskan diatas kertas yang lebar disebut wayang beber.
Selain itu ia juga menciptakan sebuah karya desain baju yang disebut dengan
baju “takwo” (dari bahasa al-Qur’an ibasut takwa),dan baju batik yang
bermotifkan burung.Ada juga karyanya dalam bidang seni suara, ia menciptakan
lagu Dandanggula salah satu jenis lagu Macapat.
- Fatahillah (Sunan Gunung Jati)
Sunan Gunung Jati atau Fatahillah
adalah salah seorang walisanga yang melaksanakan misinya untuk mengislamkan
JawaBarat. Ia berhasil mendirikan dua buah kerajaan islam Banten dan Cirebon,
dan menguasai Sunda Kelapa, pelabuhan terpenting bagi kerajaan Hindu, kerajaan
Pakuan (Bogor).Karena pada tahun 1521 Pasai ditaklukan oleh Portugis, maka ia
meninggalkan negerinya untuk melakukan ibadah haji ke Makkah. Ia tidak mau
kembali ke negerinya, melainkan ke keraton Demak di Jawa.Ia ke Cirebon lebih
dahulu,baru kebanten sekitar 1525, dan berhasil menyingkirkan Bupati Sunda
dikota itu.
Tahun 1527, kota pelabuhan yang
sangta penting bagi perdagangan kerajaan Hindu Pajjaran, yaitu Sunda Kelapa,
berhasil ia rebut denga cara melalui perjuangan yang cukup sengit mengingat
letaknya yang tidak jauh dari pusat kerajaan Pakuan (Bogor).Karena
keberhasilannya Sultan Trenggana menghadiahkan sepucuk meriam(1528) yang
dibubuhi tahun tersebut. Ia tidak berusaha untuk menaklukan Pakuan,tetapi
memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan yang semula termasuk Pajajran.
Pada saat usianya lebuh dari 60 tahun Ftahillah pindah ke Cirebon dan
mendirikan Masjid besar dengan gaya Masjid Demak dan memperluas tempat-tempat
ibadah. Darisitulah Ftahilllah yang besar jasanya terhadap penyebaran islam di Jawabarat
itu dikenal oleh orang-orang dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
- Syarifuddin (Sunan Drajat)
Nama asli Sunan Drajat adlah
Syarifuddin, sering juga disebut dengan nama Raden Qasim. Ia adalah putra Sunan
Ampel dengan Condrowati. Raden Qasim yang sudah mewariskan ilmu dari ayahnya
kemudian diperintah untuk berdakwah disebelah barat Gresik.Raden Qasim memulai
perjalannya dengan naik perahu dari Gresik sesudah singgah di tempat Sunan
Giri.Dalam perjalannya kearah bart itu, perahunya tiba-tiba dihantam ombak
uyang besar sehingga menabrak karang dan hancur. Namu pada saat kecelakaan itu,
secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang untuk menolong
Raden Qasim dan ia menaiki punggung ikan tersebut dan akhirnya Radqn Qasim
dapat selamat hingga ketepi pantai. Ikan talang itu membawa Raden Qasim hingga
ketepi pantai yag termasuk wilayah desa Jela. Sekarang desa itu termasuk
wilayah Banjarwati, kecamatan Paciran. Ditempat itu Raden Qasim disambut
masyarakat setempat dengan senang.Didesa Jelag itu, Raden Qasim mendirikan
pesantren. Karena caranya menyiarkan agama islam yang unik, maka banyaklah
orang yang datng berguru kepadanya. Setelah satu tahun menetap di desa Jelag,
Raden Qasim mendapat ilham supaya menuju kearah selatan dan disana ia
mendirikan surau untuk berdakwah. Tiga tahun kemudian secara mantap ia mendapat
petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu ditempat
ketinggian yang disebut Dalem Dhuwur.
Raden Qasim adalah pendukung aliran
putih yang dipimpin oleh Sunan Giri. Artinya dalam berdakwah menyebarkan agama
islam ia menganut jalan lurus dan benar sesuai ajaran Nabi yang tidak boleh
dicampur baur dengan adat dan kepercayaan lama. Meski demikian ia juga
mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah.
Diantara ajaran Sunan Drajat yang
terkenal adalah sebagi berikut:
Menehana teken marang wong wuto
Menehana mangan marang wong kang
luwe
Menehana busana marang wong kang
wudo
Menehana ngiup marang wong kang
kudanan
Demikianlah ajaran Sunan Drajat yang
sangat berguna sebagai pedoman manusia dalam menjalani hidup.
- Raden Umar Said (Suanan Muria)
Raden Umar Said merupakan salah
seorang Dai deretan walisongo ia dikenal dengan Sunan Muria. Sebab daerah
oprasi penyiaran islamnya berada disekitar gunung muria, yaitu sekitar 18 KM
sebelah utara kota Kudus.Rden Umar Said adalah putra Sunan Kalijga dengan Dewi
Saroh. Dalam kegiatan dakwahnya Sunan Muria termasuk kalangan wali-wali yang
memutuskan untuk memindahkan pesantren Ampel Denta sepeninggal Sunan Ampel
yaitu memindah pesantren Ampel Denta ke Demak dibawah pimpinan Rden Patah.
Sunan Muria disebut sebut sebagai wali yang rajin berdakwah. Dakwahnya memasuki
pelosok-pelosok pedesaan dan gunung-gunung. Dalam berdkwah,ia memakai sarana
yang menarik dibuat tontonan dan tuntunan, seperti melalui gamelan,wayang, dan
tembang. Dari kreasinya, Sunan Muria telah menciptakan tembang macapat yakni
“sinom” dan “kinanthi”.Ynang pertama adalah sinom yang digunakan untuk
melukiskan suasana ramah tamah dan nasehat. Yang kedua adalah kinanthi
yangbernadakan gembira atau kasih sayang. Tetapi, ia juga dipakai untuk
mengajarkan keagamaan,nasehat, dan filsafat hidup.
4.Masa pasca walisongo
1).Sultan Hadlirin
Sultan Hadliriadalah gelar dari
Kerajaan Demak kepada Sultan Kerajaan Kalinyamat yang bernama Toyib. Dia di
beri gelar Sultan Hadlirin karena dia adalah pendatang yang hadir ke Jepara
untuk menyebarkan Agama Islam. Sultan Hadliri mempunyai Istri yang berasal dari
Kearajaan Demak yaitu Putri Sultan Trenggono yang bernama Retna Kencana yang
mempunyai gelar Ratu Kalinyamat.Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa.
Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama
aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di
laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang
berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat
Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat
seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk
Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.Win-tang dan ayah angkatnya kemudian
pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini
berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama
Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri bupati Jepara,
sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran
Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar
Pangeran Hadiri.
2).Al-Habib Ali bin Abu Bakar
As-Seggaf
Selain dikenali orang sebagai
seorang wali beliau juga salah seorang tokoh ulama yang kenamaan. Beliau sering
memberitahukan apa yang tersembunyi dalam hati murid-murid beliau.
Salah seorang murid beliau yang
bernama Soleh Bahramil berkata: “Pada suatu kali ketika aku sedang sibuk
berzikir di tengah majlis beliau, tibatiba di hatiku tergerak sesuatu yang
mengganggu zikirku. Beliau menoleh padaku sambil berkata: “Berzikir itu jauh
lebih penting dari apa yang tergerak di hatimu”.
Seorang wanita yang bernama Nahyah
binti Mubarak Barasyid pernah tergerak dalam hatinya: “Jika hajatku dikabulkan
oleh Allah, ia akan membuatkan sehelai selimut dengan tangannya sendiri untuk
Sayid Ali bin Abu Bakar As-Seggaf. Setelah Allah mengabulkan ia terlupa dengan
niat dalam hatinya. Sayid Abu Bakar As-Seggaf mengutus salah seorang untuk
mengingatkan niat yang tersimpan dalam hati wanita itu. Dengan malu wanita itu
membuatkannya segera selimut yang akan dihadiahkan pada Sayid Ali.
Seorang murid beliau berkata:
“Pernah aku keluar dari kota Tarim untuk menghantarkan seorang temanku yang
hendak berpergian. Temanku itu menitipkan padaku seratus Uqiyah. Dalam
perjalananku pulang ke Tarim, wang seratus Uqiyah itu terjatuh ke tengah jalan
tanpa kuketahui. Aku datang menemui Sayid Ali, kuadukan kejadian itu. Jawab
beliau: “Kembalilah kamu di jalanan yang telah kamu melalui sebelumnya”. Waktu
aku keluar menyusuri jalanan yang kulalui, kudapatkan wang seratus Uqiyah itu
berada di bawah sebuah tembok di pinggir jalanan.
Seorang muridnya pernah berkata:
“Pernah sebiji mata anak perempuan saudaraku terkeluar. Aku datang kepada Sayid
Ali As-Seggaf dengan membawa anak perempuan yang keluar matanya itu. Beliau
pegang mata itu kemudian dikembalikan pada tempatnya semula. Dengan izin Allah
mata yang keluar itu sembuh seperti semula. Aku minta pada beliau mendoakan
untuk anak wanita itu agar dapat cepat kahwin. Dengan izin Allah wanita itu
segera dipinang orang setelah hidup membujang dalam waktu yang lama”.
Salah seorang kawan beliau berkata:
“Pernah aku kehilangan perhiasan yang dibuat dari emas. Aku datang menghadap
Sayid Ali As-Seggaf minta doa agar perhiasanku yang hilang itu kutemukan
kembali. Beliau berdoa. Waktu pagi hari anehnya kudapati perhiasan itu berada
di bawah pohon kurma”.Sayid Ali bin Abu Bakar As-Seggaf wafat pada tahun 895 H.
Jenazahnya dimakamkan di perkuburan Zanbal, Hadramaut.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aswaja masuk ke Indonesia dibawa
melalui beberapa tokoh penyebaran agama islam di Nusantara. Diantaranya adalah
peranan walisongo dalam menyiarkan dan mempelopori islam di kalangan masyarakat
Jawa. Sejak islam yang ada di Jawa Timur, Jawa Tengah ataupun yang ada di Jawa
Barat, jejaknya dapat ditelusuri melalui dakwah para walisongo. Para walisongo
menulis didesa dan menghasilkan karya.Mereka hadir di desa-desa untuk membuka
masyarakat pada wawasan keislaman dan kenusantaraan sekaligus.Kegiatan tulis-menulis
adalah awal membangun peradaban tersebut.Selain untukmerawat tradisi yang sudah
berkembang dikalangan masyarakat, juga untuk memelihara segenap potensi dan
kekuatan peradaban bangsa ini. Perdaban ini dijaga dan dilestarikan melalui
kegiatan kebudayaan dan kesastraan, dalam bentuk tulis menulis, yang kemudian
melahirkan sejumlah karya dan khazanah keilmuan.
DAFTAR
PUSTAKA
blog.umy.ac.id/ghea/files/…/Alur-perjalanan–aswaja-dalam-geosospol.do…
Ahmad Baso. Pesantren Studies 2a. Tangerang Selatan:Pustaka
Afid.
Hamdani Mu’in, dkk.1999.Materi Dasar
Nahdlatul Ulama(Aswaja).Semarang Jawa Tengah.
Asyariyah.https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/05/pemikiran-al-maturidi-
dalam-ilmu-kalam/
Komentar
Posting Komentar