KARAKTERISTIK ASWAJA
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya Ahlusunnah
Waljamaah selalu mengalami perkembangan secara dinamis menurut perkembangan
jaman, jadi tidak wajar jika Ahlussunah Waljamaah banyak pengikutnya
diindonesia. Pada hakikatnya orang Indonesia lebih dominan mengikuti imam
Syafi’i dalam bidang fiqh, imam Asy’ari dalam bidang akidah, dan imam Al-Gazali
dalam bidang tasawuf yang mana karya-karyanya dikaji oleh berbagai lembaga
pendidikan islam di Indonesia.
Pandanganpandangan alMaturidi dan alAsy’ari,
didapati bahwa antara keduannya terdapat perbedaan dalam paradigma pemikiran
dan kesimpulan yang dicapai oleh keduanya.Meskipun tidak diragukan bahwa
keduanya selalu berusaha menegaskan akidahakidah yang dikandung oleh AlQur’an
berdasarkan dalil rasional dan pembuktianpembuktian logika.Mereka juga
konsisten mengikuti akidahakidah AlQur’an tersebut.Meskipun alMaturidi
cenderung lebih rasional dan memberikan porsi yang lebih besar terhadap nalar
daripada alAsy’ari. Menurut Abu Zahrah, golongan alMaturidi memberikan peran
yang cukup besar terhadap nalar tanpa melebihlebihkan. Sementara golongan alAsy’ari
membatasi diri dengan dalildalil naqli dan memperkuatnya secara sungguhsungguh,
sehingga seorang peneliti akan mudah mengambil kesimpulan bahwa mazhab alAsy’ari
berada di garis mu’tazilah di salah satu sisi, dan ahli fiqih dan hadits di
sisi lain. Sementara golongan alMaturidi berada di varis antara Mu’tazilah dan
Asyar’iah.Sebagian pakar ada yang mengembalikan latar belakang perbedaan mazhab
alasy’ari dan almaturidi terhadap perbedaan latar belakang mazhab fiqih
keduannya, dimana alasy’ari mengikuti mazhab alsyafi’i, sedangkan almaturidi
mengikuti mazhab hanafi.
1.2
Pembahasan
Pembahasan dalam makalah ini antara
lain :
- Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Aqidah
- Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Fiqh
- Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Tassawuf
PEMBAHASAN
Beberapa istilah akidah dalam
Ahlussunah Wal-Jama’ah :
- Ilahiyyat (ketuhanan) yaitu bahasan yang berkenaan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
- Nubuwat (kenabian) yaitu bahasan yang berkenaan dengan kenabian, para nabi dan sifat-sifat mereka.
- Kauriyyat (kosmos) yaitu bahasan yang berkenaan dengan alam semesta, seperti malaikat, setan, jin, dan lain-lain.
- Ghaibiyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang gaib, seperti surga, neraka, hari kiamat, dan lain-lain.
- ‘Aqliyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat rasional atau yang dibuktikan berdasarkan dalil ‘aqli.
- Sam’iyyat yaitu bahasan yang berkenaan dengan hal-hal yang diinformasikan al-Qur’an dan hadits.
- Ilahiyyat (ketuhanan)
- Iman ialah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati.
- Tuhan itu ada, dan namanya Allah. Dia memiliki 99 nama yang disebut al-Asma’ al-husna.
- Allah SAW memiliki sekian banyak sifat yang dapat disimpulkan menjadi 3 pertama, sifat-sifat jalal (kebesaran), kedua sifat-sifat jamal (keindahan) dan yang ketiga sifat-sifat kamal (kesempurnaan).
- Sifat-sifat Allah SAW yang wajib diketahui ada 20 sifat wajib bagi Allah dan 20 sifat mustahil bagi-Nya, serta satu sifat jaiz (wajib ada) bagi Allah SAW.
- Wujud (ada) >< ‘Adam (tidak ada)
- Qidam (terdahulu) ><Huduts (baru)
- Baqa’ (kekal) ><Fana (berubah-ubah)
- Mukhalafatu lil-hawaditsi (berbeda dengan makhluk-Nya) ><Mumatsalatu lil-hawaditsi (menyerupai sesuatu)
- Qiyamuhu bi-nafsihi (berdiri sendiri) ><Qiyamuhu bi-ghairihi (berdiri-Nya dengan yang lain)
- Wahdaniyat (esa/satu) ><Ta’addud (lebih dari satu)
- Qudrat (kuasa) >< ‘Ajzun (lemah)
- Iradat (berkehendak) ><Karahah (terpaksa)
- ‘Ilmu (mengetahui) ><Jahlun (bodoh)
- Hayat (hidup) ><Mautun (mati)
- ‘Sama (mendengar) ><Bakam (tuli)
- Bashar (melihat) >< ‘Ama (buta)
- Kalam (berkata) ><Shamam (bisu)
- Kaunuhu Qadiran (Allah itu Maha Kuasa) ><Kaunuhu ‘Ajizan (lemah dan tidak berkuasa)
- Kaunuhu Muridan (Allah itu Maha Berkehendak) ><Kaunuhu Mukrahan (dipaksa oleh selain-Nya)
- Kaunuhu ‘aliman (Allah itu Maha Mengetahui) ><Kaunuhu Jahilan (maha bodoh)
- Kaunuhu Hayyan (Allah itu Maha Hidup) ><Kaunuhu Mayyitan (maha mati)
- Kaunuhu Sami’an (Allah maha mendengar) ><Kaunuhu Abkam (maha tuli)
- Kaunuhu Bashiran (Allah itu maha melihat) ><Kaunuhu A’ma (maha buta)
- Kaunuhu Mutakalliman (Allah itu maha berkata) ><Kaunuhu Ashamma (maha bisu)
- Sifat yang jaiz (boleh) bagi Allah SWT hanya ada satu, yaitu fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu (melakukan segala sesuatu yang mungkin atau meninggalkannya).
- Allah SWT ada tanpa tempat dan tanpa dilalui oleh waktu.
- Ahlusunnah Wal-Jama’ah mempercayai adanya Qadha’ dan Qadhar allah, yaitu takdir ilahi. Meliputi:
- Semua kejadian di dunia ini sudah ada dalam Qadha’ Allah SWT, yaitu hukum Tuhan pada azal, bahwa hal tersebut akan terjadi.
- Semua kejadian di dunia ini, baik dan buruknya, semuanya adalah diciptakan oleh Allah SWT.
- Meskipun semua yang terjadi atas takdir Allah SWT, tetapi manusia telah diberi kasab, ikhtiar, dan usaha. Karena itu manusia wajib berikhtiar dan berusaha.
- Pahala yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah karunia-Nya dan hukuman yang diberikan kepada manusia adalah karena keadilan-Nya.
- Allah SWT bersama nama-Nya dan sifat-sifat-Nya adalah Qadim (tidaak berpermulaan), karena Nama dan Sifat itu menetap pada zat yang Qadim.
- Al-Qur’an al-Karim adalah kalam Allah yang Qadim. Sedangkan yang tertulis dalam Mushhaf, yang berupa huruf dan suara adalah gambaran dari kalam Allah yang Qadim. Al-Qur’an al-Karim dikatakan Qadim, dan tidak boleh dikatakan hadits (baru) atau makhluk.
- Nama Tuhan tidak boleh dibuat-buat oleh siapa pun. Nama Tuhan itu ditetapkan berdasarkan dalil al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama.
- Allah SWT dapat dilihat oleh penduduk surga dengan mata kepala, bukan dengan mata hati.
- Pada waktu di dunia, tidak ada manusia yang dapat melihat Allah SWT kecuali Nabi Muhammad SAW pada malah mi’raj di sidrat al-Muntaha.
- Nubuwwat (Kenabian)
- Mengutus para rasul adalah suatu karunia Allah SWT kepada umat manusia untuk menunjukkan jalan yang lurus bagi mereka.
- Nabi yang pertama kali diutus oleh Allah SWT dan dibekali dengan wahyu dan hukum-hukum syari’at adalah Nabi Adam AS, ayah umat manusia. Sedangkan nabi terakhir dan penutup adalah Nabi Muhammad SAW.
- Dalam al-Qur’an al-Qarim, Allah SWT menyebutkan 25 nabi dan rasul yang harus diakui kenabiannya oleh setiap muslim. Mereka adalah Nabi Adam AS, Nabi Idris AS, Nabi Nuh AS, Nabi Hud AS, Nabi Shalih AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Luth AS, Nabi Ismail AS, Nabi Ishaq AS, Nabi Ya’qub AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Syu’aib AS, Nabi Ayyub AS, Nabi Dzul Kifli AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Dawud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Ilyas AS, Nabi Ilyasa’ AS, Nabi Yunus AS, Nabi Zakariya AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW.
- Perbedaan terpenting antara Nabi Muhammad SAW dengan nabi-nabi sebelumnya adalah, kalau nabi-nabi sebelumnya oleh Allah SWT diutus kepada kaumnya saja. Sedangkan Nabi Muhammad SAW diutus kepada seluruh umat manusia, jin, dan Malaikat.
- Setiap muslim wajib mengetahui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW lahir di Mekkah. Sesudah berusia 40 tahun, beliau diangkat sebagai Rasul, dan ayat-ayat al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berturut-turut selama 23 tahun. Sesudah 13 tahun menjadi Rasul, beliau berhijrah ke Madinah, menetap di sana dan wafat di sana.
- Nabi Muhammad SAW adalah manusia seperti kita, bukan Malaikat. Beliau juga makan, minum, tidur, menikah dan mempunyai keturunan seperti layaknya manusia biasa.
- Nasab Nabi Muhammad SAW dari jalur ayah adalah, Muhammad bin Abdullah, bin Abdul Muthalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushai, bin Kilab, bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fihir, bin Malik, bin Nazhar, bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah, bin Ilyas, bin Mudhar, bin Nizar, bin Ma’ad, bin Adnan. Dari jalur ibu adalah, Muhammad bin Aminah, binti Wahab, bin Abdi Manaf, bin Zuhrah, bin Kilab (kakek Nabi Muhammad SAW yang keenamm dari jalur ayah).
- Isti-istri Nabi Muhammad SAW mulai dari menikah hingga wafatnya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, ‘Aisyah binti Abi Bakar al-Shiddiq, Hafshah binti Umar, Ummu Salamah binti Abi Umayyah, Ummu Habibahh binti Abu Sufyan, saudah binti Zam’ah, Zzainab binti Jahasy, Zainabbinti Khuzaimah, Maimunah binti al-Harits, Juwairiyah binti al Harits dan Shafiyyah binti Huyay –radhiyallahu ‘anhunna.
- Putra-putri Nabi Muhammad SAW adalah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Siti Fathimah, Qasim, Abdullah dan Ibrahim AS.
- Nabi Muhammad SAW isra’ (melakukan perjalanan di malam hari) dari Mekkah ke Baitul Muqaddas di Palestina, lalu mi’raj ke Sidratul Muntaha pada tanggal 27 Rajab dan kembali malam itu juga dunia (Mekkah) dengan membawa perintah shalat lima kali dalam sehari semalam. Beliau melakukan isra’ dan mi’raj dengan tubuh dan ruhnya.
- Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai nabi lebih dulu dari nabi-nabi yang lain, yaitu ketika Nabi Adam AS masih terbaring diSurga dan belum diberi jiwa (ruh). Karena itu, beliau adalah nabi yang pertama kali diangkat, tetapi terakhir lahir di dunia
- Nabi Muhammad saw akan memberi syafa’at (bantuan) nanti di akhirat kepada seluruh manusia. Syafa’at beliau nanti bermacam-macam, diantaranya menyegerakkan pelaksanaan hisab di padang Mahsyar.
- Sesudah Nabi Muhammad saw meninggal, maka pengganti beliau yang sah sebagai pemimpin umat adalah Sayidina Abu Bakar al-Shiddiq, sebagai khalifah yang pertama Sayidina Umar bin al-Khattahab sebagai khalifah yang kedua, Sayidina Utsman bin Affan sebagai khalifah yang ketiga dan Sayidina bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang keempat, keempat kholifah tersebut disebut dengan Khulafaur Rasyidin.
- AhlusunnahWal-jamaah menyakini bahwa nabi Muhammad saw adalah makhluk Allah yang paling mulia. Dibawah beliau rasu;-rasul yang lain, lalu para nabi, lalu malaikat dan kemudian manusia.
- Ahlusunnah Waljama’ah menyakini bahwa sahabat Nabi Muhammad saw yang paling mulia adalah Sayidina Abu Bakar, lalu Sayidina Umar bin Khattab, Sayyidina utsman bin Alfan, lalu Sayyidina Ali bin Abi Thalib, lalu sahabat yang 10 dikabarkan oleh nabi akan masuk surga yaitu 4 orang khalifah tersebut ditambah dengan thalhah bin Ubaidilah, Zubur bin Awwam, Abdurrohman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid dan Abu Ubaidah Amir bin Al- Jan’ah sessudah mereka adalah para sahabat peserta perang badar.lalu peserta perang Uhud, lalu para sahabat yang ikut dalam Ba’iat al Ridhwan dan terakhir seluruh sahabat selain mereka.
- Berkaitan dengan pertikaian dan peperangan antara sesama sahabat Nabi saw, seperti peperangan Jamal antara Sayidah Aisyah dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Peperangan Shiffin antara Sayidina Ali bin Abi Thalib dan sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Ahlusunnah Wal-Jama’ah menanggapinya secara positif, berangkat dari ijtihad masing-masing. Kalau ijtihat tersebut benar menurut Allah SWT maka mereka akan mendapatkan 2 pahala. Tetapi kalau ijtihad mereka keliru menurut Allah SWT akan mendapatkan pahala, atas ijtihadnya tersebut.
- Ahlusunnah Wal-Jama’ah meyakini bahwa seluruh keluarga Nabi Muhammad, khususnya Ummul Mukminin Sayidatina Aisyah yang tertuduh melakukan kesalahan adalah bersih dari noda. Fitnah yang dilancarkan kepada keluarga Nabi saw adalah fitnah yang dibuat-buat.
- Kenabian dan Kerasulan seseorang adalah karunia dari Tuhan. Pangkat ini tidak dapat diperoleh dengan diusahakan, misalnya mencari ilmu, bertapa, beribadah, dan lain-lainnya. Karenanya, seorang wali tidak akan dapat mencapai derajat para nabi.
- Para Rasul Allah diberkati dengan Mu’jizat, yaitu perbuatan yang istimewa yang diluar kemampuan manusia biasa, Seperti Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh Api, Nabi Isa yang pandai menghidupkan orang yang sudah mati, Nabi Musa yang pandai menjadikan tongkatnya sebagai ular, Nabi Muhammad dengan kitabnya Alqur’an al-karim yang tidak dapat ditiru oleh siapapun, air dari anak jari beliau, bulan dibelah menjadi dua, matahari berjalan dan lain-lain.
- Ahlusunnah Wal-Jamaah menyakini adnya karomah para wali. Karomah adalah perbuatan yang istimewa yang diluar kebiasaan manusia, yang dilakukan oleh para wali Allah. Seperti makanan yang datang sendiri kepada Siti Maryam, dan ahli gua (ashabul khafi) yang tidur selama 309 tahun tanpa mengalami kerusakan pada tubuh mereka.
- Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan penutup para nabi, sehingga seseudah beliau tidak akan ada nabi lagi. Demikian pula pangkat kenabian dan kerasulan telah ditutup oleh pangkat beliau. Demikian nabi-nabi pembantu tidak ada lagi setelah beliau. Siapapun yang mengaku sebagai nabi atau rasul, baik nabi sendiri atau nabi yang menjalankan syari’at Nabi Muhammad saw, maka orang tersebut adalah pembohong dan harus dilawan.
- Para nabi itu memiliki 4 sifat mustahil, Sifat Wajib bagi mereka adalah Shiddiq (jujur), amanah (dipercaya),tabligh ( menyampaikan perintah), dan fathanan (cerdas). Sedangkan sifat mustahil bagi mereka adalah khizib (berdusta), khianat, kitman (menyembunyikan perintah), baladah (dungu).
- Kaum Muslimin percaya dengan kitab-kitab yang duturunkan Allah kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya. Kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT banyak sekali, tetapi yang wajib diketahui terperinci adalah 4, yaitu
- Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa as
- Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud as
- Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa as
- Kitab al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
- Ahlusunnah Wal-Jama’ah meyakini bahwa al-Qur’an yang ada sekarang adalah asli tanpa ada perubahan, pengurangan, dan penambahan. Barang siapa yang meyakini bahwa al-Qur;an sekarang tidak asli telah mengalami perubahan, pengurangan, dan penambahan maka ia telah kufur.
- Ahlusunnah Wjal-Jama’ah meyakini bahwa penolakan terhadap nash (teks) al-Qur’an dan nash hadist yang telah diyakini bahwa hal tersebut memang nash al-Qur’an dan hadist adalah kufur.
- Seorang hamba tidak akan sampai pada derajat yang dapat menggunakan kewajiban syari’at bagi dirinya.
- Kauniyyat (Kosmos)
- Kaum Muslimin wajib mempercayai adanya para Malaikat, yaitu makhluk halus yang dicitptakan oleh Allah dari cahaya. Jumlah mereka banyak sekali dan tidak teerhitung. Tetapi yang wajib dipercayai secara terperincin 10, yaitu :
- Malaikat Jibril , yang bertugas mengantarkan wahyu
- Malaikat Mikail, yang bertugas mengatur hujan, angin, tanah, kesuburan dan lain-lain
- Malaikat Israfil, yaitu bertugas mengatur hal-hal akhirat seperti meniup trompet ( sangkakala) sebagai tanda kiamat meniup trompet sebagai tanda bangun kembali di Padang Mahsyar dan lain-lain
- Malaikat Izrail yaitu bertugas mencabut nyawa ke mana mestinya
- Malaikat Munkar dan Nakir bertugas menanyai manusia yang sudah mati dalam kubur
- Malaikat Raqib dan Atid yangb mencatat perbuatan manusia sehari-hari, malaikat Roqib mencatat amal baik, malaikat Atid Mencatat amal buruk
- Malaikat Malik yang bertugas menjaga Neraka Jahannam yang disebut malaikat Zabaniyah
- Malaikat Ridwan bertugas menjaga surga
- Kaum muslimin harus percaya terhadap adaya Jin, yaitu Makhluk halus yang diciptakan oleh Allah SWT dan api
- Kaum Muslimin harus percaya bahwa manusia pertama (Nabi Adam) diciptalan Allah dari tanah liat. Dan manusia sebagai berikutnya
- Allah menciptakan manusia sejak manusia pertama (Nabi Adam) dalam bentuk yang sangat sempurna, dan bukan melalui proses evolusi dari kera dan orang utan.
- Ghaibiyyat (Perkara Ghaib)
- Bangkit sesudah mati hanya terjadi satu kali. Manusia pada mulanya tidak ada kemudian lahir ke dunia, lalu sesuah itu mati, dan sesudah itu bangkit kembali (hidup) dan berkumpul di Padang Mahsyar, sesuai dengan ayat al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 28.
- Pendeknya manusia kalau mati, maka tidak akan hidup lagi walau menyerupai binatang tau apa saja.
- Manusia akan hidup kembali nanti pada hari kiamat apabila (nafir) terompet telah dibunyikan oleh malaikat israfil.
- Hal ini berbeda dengan kepercayaan orang-orang syi’ah yang berkeyakinan kembali bahwa sayidina Ali akan hidup kembali pada akhir zaman, lalu sesudah itu hidup kembali di Padang Mahsyar.
- Setiap orang muslim wajib mempercayai hari kiamat. Permulaan hari akhir bagi setiap orang adalah sesudah mati, dengan melalui proses dan tahapan sbb :
- Setiap orang akan mati jika batas usianya sudah habis.
- Setelah mati, ia akan dikubur. Dalam kubur akan ditanyai oleh malaikat Munkar dan Nakir, tentang siapa Tuhanmu, tentang siapa Nabimu, siapa Imammu dan pertanyaan-pertanyaan lain.
- Orang yang jahat akan disiksa dalam kubur
- Kemudian pada saat nanti akan jadi kiamat besar, semua akan hancur lebur, dan semua makhluk di bumi ini akan mati.
- Kemudian terompet akan dibunyikan sehingga seluruh orang yang mati akan bangun kembali yang berkumpul di Padang Mahsyar.
- Setelah itu akan ada hisab, yaitu pengitunganpahala dan dosa manusia.
- Dipadang Mahsya itu akan ada syafa’at (pertolongan) dari Nabi Muhammad atas Izin Allah SWT
- Lalu ada timbanga untuk menimbangpahala dan dosa
- Akan ada jembata Shiratal Mustaqim, yang dibentangkan diata neraka dan akan dilewati oleh semua manusia.
- Akan ada telaga Kautsar, kepunyaan nabi Muhammad saw di dalam surga, dimana orang-orang yang beriman akan dapat minum di sana.
- Orang yang lulus ujian dengan meniti jembatan tersebut akan selamat dan masuk surgaJannatun Na’im, sedangkan orang yang kafir akanmasuk neraka.
- Orang yang baik akan lansung masuk surga dan kekal selama-lamanya.
- Orang kafir akan masuk akan langsungmasuk neraka selama-lamanya
- Oang mukmin yang berdosa dan mati sebelum bertaubat, akan masuk dalam neraka sementara, dan sesudah dihukum akan dimasukkan ke Surga untuk selama-lamanya.
- Orang mukmin yang baik-baik akan diberi nikmat apa saja yang ia sukai dalam surg, dan akan diberi nikmat tambahan yang paling besar danpaling lezat yaitu Melihat Allah SWT.
- Rizeki semua manusia sudah ditakdirkan oleh Allah SWT pada azal, tidak akan bertambah tidak akan berkurang,tetapi manusi disuruh mencari rizeki dan berusaha,tidak boleh berpangku tangan hanya menunggu saja.
- Menurut Allah SWT ajal setiap manusia sudah ada jangkanya menurut Allah SWT, tidak akan maju tidak akan mundur walaupun hanya sedetik. Tetapi manusiadisuruh bertobat oleh Allah SWT kalau sakit, tidak boleh menunggu ketika ajal menjemput.
- Anak-anak orang kafir, kalau mati masih kecil akan masuk surga
- Do’a orang mukmin akan bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain yang didoakannya.
- Pahala sedekah, wakaf dan pahala bacaan (al-Qur’an, tahlil, shalawat, dan lain-lain) boleh dihadiahkan kepada orang yangsudah mati dan akan sampai kepada mereka kalau dimintakan kepada Allah untuk menyampaikannya.
- Ziarah kubur, khususnya kubur orang tua,para ulama, para wali dan orang-orang mati syahid ,apalagi makam Rasullah dan para sahabatnya adalah sunnat hukumnya, kalau dikerjakan akan mendatangkan pahala. Berpergian untuk ziarah kubur termasuk perbuatan ibadah.
- Berdoa kepada Allah secara langsung atau berdoa melalui wasilah (bertawassul) adalah sunnat hukumnya, diberi pahala kalau dikerjakan.
- Mesjid diseluruh dunia derajatnya sama kecuali 3 buah masjid yang lebih tinggi derajatnya daripada masjid-mesjid yang lain, yaitu Masjid Mekkah,Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsha di Palestina. Berjalan untuk menunaikan shalat ditiga masjid tersebut adalah ibadah kalau dikerjakan akan mendatangkan pahala.
- Seluruh manusia adalah anak cucu Nabi Adam, dan Adam berasal dari tanah. Iblis dan Jin diciptakan dari api ,sedangkan Malaikat diciptakan dari cahaya.
- Bumi dan langit itu ada. Barang siapa yang mengatakan bahwa langit tidak ada, maka ia keluar dari lingkungan kaum Ahlussunnah Wal-Jamah.
- Pahala yang diberikan Allah kepada orang yang saleh bukan karena Allah terpaksa untuk memberikannya dan bukan pula kewajiban-Nya untuk membalas jasa orang tersebut. Begitu pula hukuman bagi orang yang durhaka, Allah tidak terpaksa untuk menghukum nya dan tidak pula berkewajiban menghukumnya. Allah memberikan pahala kepada manusia karena karunia-Nya dan menghukum karena keadilan-Nya.
- Kaum Muslimin wajib meyakini adanya Arasy, yaitu suatu benda yang sangat besar, diciptakan oleh Allah dari Nur, terletak ditempat yang tinggi dan mulia yang tidak diketahui hakikat dan kebenarannya. Hanya Allah yang mengetahuinya.
- Wajib meyakini adanya Kursi Tuhan yaitu benda yang diciptakan oleh Allah yang berdekatan dan beriman dengan Arasy. Hakikat keadaannya hanya Allah yang mengetahui. Kita hanya wajib mempercayai adanya.
- wajib meyakini adanya Qalam. Yaitu benda yang diciptakan oleh Allah untuk menuliskan sesuatu yang akan terjadi di lauh mahfuzh. Semua yang terjadi di dunia ini sudah ditulis oleh Qalam tersebut terlebih dahulu di Lauh Mahfuzh.
A.
Khilafiyah Antara alAsy’ari dan alMaturidi (BIDANG AQIDAH)
Perbedaan pendapat di kalangan kaum
muslimin tidak hanya terjadi di antara mazhab Ahlussunah Waljama’ah dengan
mazhab di luarnya.Namun juga terjadi di antara sesama pengikut mazhab
Ahlussunah Waljama’ah, yaitu antara alasy’ari dan almaturidi. Hanya saja
perbedaan yang terjadi antara mazhab alasy’ari dan almaturidi ini tidak
sampai pada batassaling membid’ahkan atau mengkafirkan antara mazhab yang satu
dengan mazhab yang lain. Hal ini merupakan ciri khas Ahlussunah Waljama’ah,
yang membedakannya dengan mazhab lain, dimana perbedaan pendapat diantara
sesama mereka, misalnya sesama aliran mu’tazilah, syi’ah, dan lainnya, sampai
pada batas saling membid’ahkan dan mengkafirkan terhadap sesama golongannya.
Tidak ditemukan kata sepakat tentang
jumlah masalahmasala khilafiyah antara alasy’ari dan almaturidi.Tajuddin alsubkri,
almuqrizi dan alzabidi menyebukan sekitar sepuluh masalah yang
diperselisihkan oleh alasy’ari dan almaturidi.Sementara kamaluddin albayadhi,
menyebutkan ada sekitar 50 masalah yang diperselisihkan oleh alasy’ari dan almaturidi.
Sementara syaikh zadah alhanafi,
menyebutkan sebanyak 40 masalah khilafiyah antara dua imam tersebut.
Namun demikian, meskipun terjadi
perbedaan yang cukup tajam dalam menetapkan jumlah masalah yang diperdebatkan
oleh dua mazhab tersebut, semua pakar tersebut menyatakan bahwa perselisihan
yang terjadi antara dua mazhab tadi tidak sampai batas saling mengkafirkan dan
membid’ahkan antara keduannya.Hal ini menjadi indikasi yang cukup kuat bahwa
karakter perbedaan memang tersebut tidak substansial (jauhari), namun lebih
bersifat verbal (syakli).Hal tersebut juga menjadi indikasi bahwa kedua imam
Ahlussunah Waljama’ah ini, telah bersepakat bahwa pokokpokok yang menjadi
pandangan Ahlussunah Waljama’ah secara umum sejak generasi salaf yang saleh.
Berikut ini akan kami uraikan
beberapa masalah khilafiyah antara alAsy’ari dan alMaturidi, yang
dianggap mewakili pandanganpandangan kedua aliran pemikiran Asy’ariah dan
Maturidiyah.
- SifatSifat Allah
AlAsy’ari dan alMaturidi
samasama menghadapi gerakan pemikiran Mu’tazilah mengenai sifatsifat Allah
SWT keduanya samasama memvonis mu’tazilah telah berupaya menafikkan sifatsifat
Allah.Namun keduannya berbeda dalam menyingkapi sifatsifat Allah itu sendiri.
Di satu pihak alAsy’ari mengikuti gerakan Mu’tazilah dalam mengklasifikasikan
sifatsifat Allah menjadi dua bagian, yaitu shifat aldzat(sifat yang menetap
pada dzat Allah) dan shifat al fi’li(sifat yang merupakan perbuatan Allah.
Hanya saja alasy’ari berbada dengan Mu’tazilah dalam menetapka jumlah sifatsifat
azaliyah dari pendapat tentang azaliyah alshifat.Alasyari mendefinisikan
shifat aldzat dengan sesuatu yang Allah SWT mustahil memiliki sifatsifat
kebalikannya seperti sifat iradat, kalam dan semacamnya.
Sedangkan shifat alfi’li (sifat
yang merupakan perbuata Allah) adalah sifat yang tidak memiliki
perlawanan.Menurut alAsy’ari, shifat alfili ini adalah baru (haditsah) bagi
Allah, bukan shifat azaliyah (tidak berpermulaan).Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa alasy’ari mengikuti jejak mu’tazilah dalam mengklasifikasikan
sifatsifat Allah, dan dalam memaknai shifat aldzat dan shifat alfi’li bagi
Allah.
Sementara almaturidi tidak memiliki
kecenderungan mengklasifikasi sifatsifat Allah seperti diatas.Menurut almaturidi,
sifatsifat Allah, baik yang berupa shifat aldzat maupun shifat alfi’li versi
alasy’ari, bagi Allah samasama azaliyah (tidak berpermulaan). Almaturidi
jugamengkritik pendapat mu’tazilah yang disetujui oleh alasy’ari bahwa shifat
aldzat itu adalah sifat yang mana Allah mustahil memiliki sifat kebalikannya,
karena menurut almaturidi, sifat adil (al’adlu), Allah mustahil memiliki
sifat kebalikannya, padahal sifat ini bukan shifat aldzat, akan tetapi shifat
alfi’li bagi Allah. Dengan demikian, ada perbedaan antara alasy’ari dan almaturidi
dalam pemaknaan aldzat.
Almaturidi juga berbeda dengan alasy’ari
yang mengatakan bahwa shifat alfi’li itu hadist (baru).Sementara menurut almaturidi,
semua sifat Allah itu azaliyah (tidak berpermulaan), baik yang dikategorikan
sebagai shifat aldzat maupun alfi’li menurut versi alasy’ari.
Di sisi lain, ditemukan pula
perbedaan antara alAsy’ari dan alMaturidi dalam memberikan perhatian
apakah sifat Allah itu termasuk Dzat Allah atau bukan. Kita dapati almaturidi
lebih memperhatikan dalam upaya menetapkan sifatsifat tersebut dan menjelaskan
maknanya secara kongkrit.Dan tentu saja, tujuannya adalah untuk menafikkan
ta’thil (menghapus sifatsifat Allah dari dzat Allah seperti yang dilakukan
oleh mu’tazilah).Sementara alasy’ari sangat perhatian untuk menetapkan bahwa
sifatsifat Allah itu adalah sesuatu yang lebih atas dzat Allah dan bukan dzat
Allah (zaidatun ‘ala aldzat wa ghair aldzat).
Almaturidi juga berpendapat bahwa
shifat altakwin (menciptakan) adalah qadimah (tidak berpermulaan).Menurutnya,
altakwin itu bukan objek yang diciptakan yang bersifat baru (almukawwan alhafist.Sementara
menurut alasy’ari altakwin (penciptaan) adalah hakikat almukawwan (objek
yang diciptakan) itu sendiri, dan keduannya samasama hadist (baru). Almaturidi
juga berpendapat bahwa firman Allah yang berupa kun(jadilah) kepada sesuatu
yang dicipatakannya, adalah bukan perkataan Allah yang sesungguhnya. Menurut almaturidi
kuntersebut hanyalah kata kiasan (ungkapan majaz) dari kecepatan Allah dalam
penciptaan.Sementara menurut alasy’ari, kunadalah perkataan Allah yang
sesungguhnya, bukan ungkapan dalam bentuk kiasan (majaz).
Almaturidi juga berbeda pendapat
tentang pendengaran Nabi Musa terhadap kalam Allah.menurut Almaturidi,
pendengaran musa terhadap kalam Allah sebenarnya terjadi melalui perantara
suara yang diciptakan oleh Allah sebelum diciptakannya Musa dan suara itu
memang khusus untuk nabi musa. Sementara menurut alAsy’ari, nabi musa
mendengar kalam Allah tanpa melalui perantara.
Begitu juga alAsy’ari berbeda
dengan Almaturidi dalam metode penetapan ru’yat Allah (penglihatan terhadap
Allah kelak di akhirat).menurut alAsy’ari, terdapat dalildalil rasional
(‘aqli) yang menetapkan kemungkinan melihat Allah kelak, yaitu bahwa segala
sesuatu yang ada mungkin saja dilihat. Sementara Almaturidi lebih berdasar
terhadap dalildalil sam’iyyah (alqur’an dan hadist) mengenai mungkinnya
melihat Allah.Almaturidi tidak menyebutkan dalildalil rasional dalam masalah
ini.
Dalil rasional yang diajukan oleh alAsy’ari
mengenai melihat Allah memang dapat diterima dikalangan sebagian pengikut Almaturidi
seperti alBazdawi.Akan tetapi dalil tersebut juga menghadapi sanggahan dari
sebagian pengikut alAsy’ari sendiri.AlImam fakhruddin alRazi misalnya,
menganggap dalil rasional tersebut sangat lemah alRazi lebih memilih dalildalil
sam’iyyah dalam menetapkan mungkinnya melihat Allah kelak di akhirat.
Dalam menyingkapi sifatsifat
khabariyyah (sifatsifat Allah yang terdapat didalam AlQur’an dan
Hadist),kitadapatialAsy’aridanAlmaturidisamasamamenetapkannyatanpakaifiyyah(suatu
proses).AkantetapibisadikatakanbahwaAlmaturiditelahmelangkahlebihjauhdari pada
alAsy’ari dalam kecenderungan terhadap ta’wil rasional yang dapat menafikan
tempat dan tasybih (penyerupaan Allah dengan makhlukNya). Meskipun Almaturidi
tidak memastikan penta’wilannya dengan suatu makna yang definitif, karena tidak
menutup kemungkinan adanya makna lain yang dikehendaki oleh Allah. Sementara alAsy’ari
menerima apa yang terdapat dalam AlQur’an dan menolak semua macam ta’wil
seperti mengatakan bahwa Allah beristiwa’ atas ‘Arasy.
Sementara para pengikut alAsy’ari
sendiri sesudahnya, lebih cenderung mengikuti pendekatan ta’wil, meskipun
pendekatan ini berbeda dengan pendekatan ta’wil versi Mu’tazilah.
Al-Asy’ari dan Al-Maturidi juga
berbeda pendapat seputar perbuatn Allah. Al-Asy’ari mengatakan bahwa Allah itu
Maha memiliki (al-malik) dan Maha Kuasa (al-qahir), diatas-Nya tidak ada
siapapun yang dapat memerintahkan –Nya dan tidak ada pula orang yang dapat
membuat peraturan bagi allah , karena itu tidaklah dianggap buruk bagi allah
untuk melakukan apa saja. Berangkat dari pandangan ini , Al-Asy’ari berpendapat
bahwa Allah boleh tidak menepati janjinya. Karena ketika Allah tidak menepati
janji-Nya , hal ini tidak dianggap buruk bagi-Nya, karena tidak menepati janji
itu dianggap buruk apabila Allah memang menganggap demikian . Karena itu,
menurut Al-Asy’ari ,secara rasional Allah itu boleh memaafkan orang kafir atas
kekufurannya, meskipun secara syar’i hal ini tidak mungkin terjadi,sesuai
dengan firman Allah dalam al-Qur’an bahwa dia tidak akan memaafkan orang kafir.
Demikian pula, menurut Al-Asy’ari secara rasional Allah itu boleh menyiksa
hamba -Nya yang taat kepada-Nya meskipun secara syar’i hal ini tidak mungkin
terjadi.
Sementara menurut Al-Maturidi
perbuatan Allah itu tidak mungkin keluar dari hikmah.Allah tidak mungkin
melakukan sesuatu yang tercela atau dianggap buruk.Semua perbuatan Allah tidak
lepas dari hikmah (kebijakan) meskipun kita tidak dapat menangkapnya. Akan
tetapi allah itu memang tidak wajib melakukan apapun. Menurut Al-Maturidi Allah
tidak boleh tidak menepati ancamannya terhadap orang kafir, karena memaafkan
orang kafir tidak proposional, karena ia telah mengngkari terhadap Allah yang telah
memberikan nikmat kepadanya.
- Dalil Ma’rifat Kepada Allah
Al-Asy’ari dan Al-Maturidi berbeda
pendapat mengenai dalil ma’rifat kepada Allah, apakah ma’rifat itu wajib
berdasarkan dalil rasional saja atau berdasarkan dalil syar’I ? Al-Syahrastani
menyebutkan bahwa Al-Asy’ri membedakan antara bagaimana ma’rifat itu dapat
dicapai dan dalil apa yang melandasi wajibnya ma’rifat kita kepada allah.
Menurut Al-Asy’ari semua keyakinan termasuk ma’rifat kepada allah, hanya dapat
dicapai melalui proses dalil aqli. Tetapi ma’rifat itu wajib ketika ada dalil
sam’i (al-qur’an dan hadits) yang mewajibkannya.Sementara menurut al-Maturidi
ma’rifat itu wajib berdasarkan dalil aqli.Menurut Al-Maturidi tanpa dalil
syar’I-pun manusia tetap berkawajiban ma’rifat kepada allah.
- Mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dilakukan
Al-asy’ari dan Al-Maturidi berbeda
pendapat mengenai bolehkah allah mewajibakan sesuatu yang tidak mampu
dikerjakan (al-taklil bi ma la yuthaq ) oleh hamba-Nya. Menurut Al-Asy’ari
Allah tidak boleh mewajibkan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh hamba-Nya
berdasarkan firman allah :
Ø£َنبِئُونِÙŠ
بِØ£َسْÙ…َاء Ù‡َـؤُلاء Ø¥ِÙ† ÙƒُنتُÙ…ْ صَادِÙ‚ِينَ
“Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”( QS Al Baqarah
: 31 )
Menurut Al-Alsy’ari ayat diatas
memrintahkan para malaikat agar menjelskan nama-nama makhluk ,padahal mereka
tidak mengetahuinya dan tidak akan mampu melakukannya. Hal terrsebut berarti
memerintahkan sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan. Selain dalil tersebut
Al-Asy’ari juga menjelaskan dalil-dalil lain bagi teori tersebut dalam kitabnya
al-luma’ fial Rada’ ala ahl al-zaigh wa al-bidri.
Sementara al-Matridi berpendapat
sebaliknya ,Menurutnya Allah tidak mungkin mewajibkan sesuatu yang tidak mampu
dikerjakan oleh hamba-Nya. Hal ini akan menjadi kenyataan ketika seorang hamba
melakukan sesuatu berdasarkan pilihannya, sehingga ia akan mendapatkan pahala
ketika melakukannya dan memperoleh siksa ketika meninggalkannya. Sedangkan
ketika seorang hamba berada pada kondisi tidak mungkin melakukan sesuatu
berarti ia memang dipaksa untuk tidak melakukannya dan ia pun dimaafkan untuk
tidak melakukannya. Dalam kondisi tersebut ujian memilih salah satunya tidak
menjadi kenyataan.
- Teori al-Kasb
Al-Asy’ari dan al-Maturidi
bersepakat bahwa semua perbuatan manusia adalah ciptaan Allah ,tetapi manusia
yang melakukannnya. Perbedaan pendapat al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam masalah
ini sangat tipis sekali karena keduanya memang bersepakat dalam banyak hal yang
berkaitan dengan perbuatan masusia (al-kash) seperti adanya qudrat Allah
bersamaan perbuatan manusia dan ketidakpantasan qudrat terhadap dua hal yang
saling berlawanan.Dalam memarkan teori al-kash, al-Asy’ari berpendapat begini,
bahwa semua perbuatan ikhtiar manusia terjadi berdasarkan qudrat Allah
saja.Menurutnya, perbuatan manusia itu terjadi sesuai ciptaan Allah, tetapi
dilakukan oleh manusia.Yang dimaksud dilakukan oleh manusia tersebut adalah
perbuatan manusia itu bersamaan dengan qudrat dan iradat Allah tanpa da
pengaruh dan investasi dalam terjadinnya perbuatan itu sendiri.Manusia hanyalah
tempat terjadinya perbuatan itu. Dari sini , tampaknya al-Asy’ari memang
mengakui adanya qudrat ( kemampuan ) manusia tetapi dianggapnya tidak punya
andil dalam terjadinya perbuatan nya. Pendapat ini oleh sebagian kalangan
dianggap mengarah kepada faham Jabariyah.
Pendapat al-Asy’ari ini mendorong
para pengikutnya sesudahnya untuk memperluas dalam mengkaji pengaruh kemampuan
manusia.Al-Ustadz Abu Ishaq al-Asfarayanu misalnya berpandangan bahwa perbuatan
manusia itu terjadi melalui dua pengaruh dua qudrat ssecara bersamaan yaitu
qudrat Allah dan kemampuan manusia yang keduanya memang berkaitan dengan
terjadinya perbuatan tersebut. Sementaratetapi
Jabariah Mutawasithoh (moderat),bukan Jabariyah Chulat (eksterm) atau
Jahamiyah,sebagaimana telah ditegaskan oleh al-Syarif al-Jurjani dalam
al-Ta’rifat. Sebagian orang Wahhabi dan Hizbut Tahrir yang tidak memahami
perbedaan konsep al-Asy’ari dan Jabariyah menganggap madzhab al-Asy’ari sebagai
pengikut Jabariyah. Lihat uraian Sultan al-‘Ulama’ al-Tzz bin Abdissalam dalam
kitabnya, al-Mu’hah fi Ftiqad Ahl al-Haqq tentang masalah ini.
Al-Baqillani berpandangan
lain. Menurutnya qudrat Allah berkaitan dengan pokok perbuatan itu.Sedangkan
kemampuan (qudrat) manusia berkaitan dengan status perbuatan tersebut apakah
bisa dikategirikan sebagai perbuatan taat sehingga pelakunya mendapatkan pahala
atau dikategorikan sebagai perbuatan maksiat sehingga pelakunya mendapatkan
siksa.
Sementara menurut al-Maturidi,
kemampuan manusialah yang membuahkan perbuatan .adanya kemampuan menyebabkan
perbuatan yang menjadi tujuannya. Dari sini tampak sekali bahwa menurut
al-Maturidi kemampuan manusia memiliki pengaruh terhadap perbuatannya , akan
tetapi pengaruh ini tidak berlaku dalam hal mewujudkan dan menciptakan
perbuatan tersebut. Karena menurutnya mewujudkan dan menciptakan hanya sifat
yang dimiliki oleh Allah.Kemampuan manusia hanya tergambar dalam rencana dari
pilihanya untuk berbuat sesuatu .menurut al-Maturidi pada prinsipnya manusia
itu memiliki perbuatan dan pilihan. Manusia juga memilih dan mencintai apa yang
diperbuatnya. Berdasarkan pilihan dan rencana itulah Allah menciptakan
kemampuan untuk berbuat dari perbuatan tersebut sekaligus menjadi hasil hasil
dari pilihan dan rencananya.Sehingga menurut nya walaupun perbuatan manusia itu
ciptaan Allah, tetap tidak menafikan adanya pilihan dirinya terhadap perbuatan
itu .menurut al-Maturidi ciptaan Allah tidak mendorong dan memaksanya untuk
berbuat sesuatu.Dengan pandangan ini al-Maturidi telah membuka kran yang lebih
besar bagi pengaruh kemampuan manusia atas perbuatannya.Karena menurutnya tidak
mungkin kemampuan manusia berkaitan dengan perbuatannya tanpa adanya pengaruh
mempengaruhi antara keduanya. Sementara menurut al-Asy’ari perbuatan manusia
tidak berpengaruh sama sekali dalam mewujudkan dan menciptakan perbuatannya.
- Iman
Al-Asy’ari dan al-Maturidi berbeda
pendapat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan iman.Misalnya dalam social
ististna’ (mengucapkan insya Allah) dalam iman, al-Asy’ari mengatakan boleh.
Maksudnya, menurut al-Asy’ari dan ahli hadits ,seorang mukmin boleh mengatakan
“saya seorang yang beriman insya Allah”. Sementara menurut al-Maturidi
,istitsna’ dalam iman adalah tidak boleh. Al-Asy’ari juga berpendapat bahwa
iman dan islam memiliki obyek makna yang berbeda. Sedangkan menurut
al-Maturidi, iman dan islam memiliki suatu obyek makna yang sama.
- Kebahagiaan dan Kesengsaraan
Al-asy’ari berpendapat bahwa
kebahagiaan (sa’adah) dan kesengsaraan (syaqawah) tidak mungkin berubah.Orang
yang bahagia adalah orang yang telah ditetapkan bahagia sejak ketika masih
dalam rahim ibunya.Demikian pula orang yang sengsara adalah orang yang
ditetapkan sengsara sejak ketika masih dalam Rahim ibunya. Seorang yang
dtetapkan bahagia tidak akanberubah menjadi sengsara. Dan demikian pula
sebaliknya.
Sedangkan al-Maturidi berpandangan
sebaliknya, menurut al-Maturidi kebahagiaan dan kesengsaraan dapat berubah ,
karena keduanya termasuk perbuatan manusia. Perubahan kebahagiaan dan
kesengsaraan bukan mengubah apa yang telah tercatat dalam lauh mahfuzh.
Beberapa uraian diatas adalah
beberapa masalah khilafiyah antara al-Imam al-Asy’ari dan al-Imam al-Maturidi.
Dari pengamatan yang seksama terhadap perselisihan diatas , dapat diketahui
karakter perselisihan yang sebenarnya dan bahwa perselisihan tersebut tidak
menyentuh prinsip-prinsip pokok yang diakui oleh kedua imam Ahlussunnah
Wal-Jama’ah tersebut. perselisihan antara kedua imam tersebut lebih menyentuh
sebagian persoalan cabang dan rincian dalam akidah.
Hanya saja meskipun antara kedua
madzhab besar ini terjadi banyak perselisihan pendapat bisa dikatakan bahwa
aspek keserupaan antara keduanya cukup besar. Hal ini tersebut kembali pada
kesamaan metode kedua madzhab yang bertemu dalam suatu muara paradima pemikiran
yaitu sikap moderat (tawasuth) dalam upaya mengambil jalan tengah antatra akal
dan naql. Memang kedua aliran ini berbeda dalam usaha untuk merealisasikan
tujuannya, sehingga membawa perselisihan pandangan dalam beberapa masalah
cabang dan rincian akidah. Tetapi masing-masing pihak menganggap kapasitas
perselisihan diantara mereka ringan dan tidak membawa efek pengkafiran dan
pembid’ahan terhadap pihak lain.
- Karakteristik Ahlusunnah Waljamaah dalam bidang Fiqh
Mazhab ini terdiri atas 4 (empat)
mazhab populer yang masih utuh sampai sekarang, yaitu sebagai berikut:
Pemikiran fiqh dari mazhab ini
diawali oleh Imam Abu Hanifah.Ia dikenal sebagai imam Ahlurra’yi serta faqih
dari Irak yang banyak dikunjungi oleh berbagai ulama di zamannya. Mazhab Hanafi
dikenal banyak menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu
hukum yang tidak ada dalam nash, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan
qaidah qiyas dan menggunakan qaidah istihsan. Alasannya, qaidah umum (qiyas)
tidak bisa diterapkan dalam menghadapi kasus tertentu.Mereka dapat mendahulukan
qiyas apabila suatu hadits mereka nilai sebagai hadits ahad.
Yang menjadi pedoman dalam
menetapkan hukum Islam (fiqh) di kalangan Mazhab Hanafi adalah Al-Qur’an,
sunnah Nabi SAW, fatwa sahabat, qiyas, istihsan, ijma’i. Sumber asli dan utama
yang digunakan adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, sedangkan yang lainnya
merupakan dalil dan metode dalam meng-istinbat-kan hukum Islam dari kedua
sumber tersebut.
Tidak ditemukan catatan sejarah yang
menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis sebuah buku fiqh.Akan tetapi
pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh, sebab muridnya berupaya untuk
menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan maupun tulisan. Berbagai pendapat
Abu Hanifah telah dibukukan oleh muridnya, antara lain Muhammad bin Hasan
asy-Syaibani dengan judul Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir. Buku Zahir
ar-Riwayah ini terdiri atas 6 (enam) bagian, yaitu:
- Bagian pertama diberi nama al-Mabsut;
- Bagian kedua al-Jami’ al-Kabir;
- Bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir;
- Bagian keempat as-Siyar al-Kabir;
- Bagian kelima as-Siyar as-Sagir; dan
- Bagian keenam az-Ziyadah.
Keenam bagian ini ditemukan secara
utuh dalam kitab al-Kafi yang disusun oleh Abi al-Fadi Muhammad bin Muhammad
bin Ahmad al-Maruzi (w. 344 H.). Kemudian pada abad ke-5 H. muncul Imam
as-Sarakhsi yang mensyarah al-Kafi tersebut dan diberi judul
al-Mabsut.Al-Mabsut inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam Mazhab
Hanafi.
Disamping itu, Mazhab Hanafi juga
dilestarikan oleh murid Imam Abu Hanifah lainnya, yaitu Imam Abu Yusuf yang
dikenal juga sebagai peletak dasar usul fiqh Mazhab Hanafi. Ia antara lain
menuliskannya dalam kitabnya al-Kharaj, Ikhtilaf Abu Hanifah wa Ibn Abi Laila, dan
kitab-kitab lainnya yang tidak dijumpai lagi saat ini.
Ajaran Imam Abu Hanifah ini juga
dilestarikan oleh Zufar bin Hudail bin Qais al-Kufi (110-158 H.) dan Ibnu
al-Lulu (w. 204 H). Zufar bin Hudail semula termasuk salah seorang ulama
Ahlulhadits. Berkat ajaran yang ditimbanya dari Imam Abu Hanifah langsung, ia
kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh fiqh Mazhab Hanafi yang banyak
sekali menggunakan qiyas. Sedangkan Ibnu al-Lulu juga salah seorang ulama
Mazhab Hanafi yang secara langsung belajar kepada Imam Abu Hanifah, kemudian ke
pada Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani.
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali
oleh Imam Malik.Ia dikenal luas oleh ulama sezamannya sebagai seorang ahli
hadits dan fiqh terkemuka serta tokoh Ahlulhadits. Pemikiran fiqh dan usul fiqh
Imam Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’ yang disusunnya atas
permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid dan baru selesai di zaman Khalifah
al-Ma’mun. Kitab ini sebenarnya merupakan kitab hadits, tetapi karena disusun
dengan sistematika fiqh dan uraian di dalamnya juga mengandung pemikiran fiqh
Imam Malik dan metode istinbat-nya, maka buku ini juga disebut oleh ulama
hadits dan fiqh belakangan sebagai kitab fiqh. Berkat buku ini, Mazhab Maliki
dapat lestari di tangan murid-muridnya sampai sekarang.
Prinsip dasar Mazhab Maliki ditulis
oleh para murid Imam Malik berdasarkan berbagai isyarat yang mereka temukan
dalam al-Muwaththa’. Dasar Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW,
Ijma’, Tradisi penduduk Madinah (statusnya sama dengan sunnah menurut mereka),
Qiyas, Fatwa Sahabat, al-Maslahah al-Mursalah, ’Urf; Istihsan, Istishab, Sadd
az-Zari’ah, dan Syar’u Man Qablana. Pernyataan ini dapat dijumpai dalam kitab
al-Furuq yang disusun oleh Imam al-Qarafi (tokoh fiqh Mazhab Maliki).Imam
asy-Syatibi menyederhanakan dasar fiqh Mazhab Maliki tersebut dalam empat hal,
yaitu Al-Qur’ an, sunnah Nabi SAW, ijma’, dan rasio. Alasannya adalah karena
menurut Imam Malik, fatwa sahabat dan tradisi penduduk Madinah di zamannya
adalah bagian dari sunnah Nabi SAW. Yang termasuk rasio adalah al-Maslahah
al-Mursalah, Sadd az-Zari’ah, Istihsan, ’Urf; dan Istishab.Menurut para ahli
usul fiqh, qiyas jarang sekali digunakan Mazhab Maliki.Bahkan mereka lebih
mendahulukan tradisi penduduk Madinah daripada qiyas.
Para murid Imam Malik yang besar
andilnya dalam menyebarluaskan Mazhab Maliki diantaranya adalah Abu Abdillah
Abdurrahman bin Kasim (w. 191 H.) yang dikenal sebagai murid terdekat Imam
Malik dan belajar pada Imam Malik selama 20 tahun, Abu Muhammad Abdullah bin
Wahab bin Muslim (w. 197 H.) yang sezaman dengan Imam Malik, dan Asyhab bin
Abdul Aziz al-Kaisy (w. 204 H.) serta Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam
al-Misri (w. 214 H.) dari Mesir. Pengembang mazhab ini pada generasi berikutnya
antara lain Muhammad bin Abdillah bin Abdul Hakam (w. 268 H.) dan Muhammad bin
Ibrahim al-Iskandari bin Ziyad yang lebih populer dengan nama Ibnu al-Mawwaz
(w. 296 H.).
Disamping itu, ada pula murid-murid
Imam Malik lainnya yang datang dari Tunis, Irak, Hedjzaz, dan Basra.Disamping
itu Mazhab Maliki juga banyak dipelajari oleh mereka yang berasal dari Afrika
dan Spanyol, sehingga mazhab ini juga berkembang di dua wilayah tersebut.
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali
oleh Imam asy-Syafi’i. Keunggulan Imam asy-Syafi’i sebagai ulama fiqh, usul
fiqh, dan hadits di zamannya diakui sendiri oleh ulama sezamannya. Sebagai
orang yang hidup di zaman meruncingnya pertentangan antara aliran Ahlulhadits
dan Ahlurra ’yi, Imam asy-Syafi ’i berupaya untuk mendekatkan pandangan kedua
aliran ini. Karenanya, ia belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlulhadits
dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlurra’yi.
Prinsip dasar Mazhab Syafi’i dapat
dilihat dalam kitab usul fiqh ar-Risalah.Dalam buku ini asy-Syafi’i menjelaskan
kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan hukum far’iyyah
(yang bersifat cabang).Dalam menetapkan hukum Islam, Imam asy-Syafi’i pertama
sekali mencari alasannya dari Al-Qur’an. Jika tidak ditemukan maka ia merujuk
kepada sunnah Rasulullah SAW. Apabila dalam kedua sumber hukum Islam itu tidak
ditemukan jawabannya, ia melakukan penelitian terhadap ijma’ sahabat.Ijma’ yang
diterima Imam asy-Syafi’i sebagai landasan hukum hanya ijma’ para sahabat,
bukan ijma’ seperti yang dirumuskan ulama usul fiqh, yaitu kesepakatan seluruh
mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum, karena menurutnya ijma’
seperti ini tidak mungkin terjadi. Apabila dalam ijma’ tidakjuga ditemukan
hukumnya, maka ia menggunakan qiyas, yang dalam ar-Risalah disebutnya sebagai
ijtihad. Akan tetapi, pemakaian qiyas bagi Imam asy-Syafi ’i tidak seluas yang
digunakan Imam Abu Hanifah, sehingga ia menolak istihsan sebagai salah satu
cara meng-istinbat-kan hukum syara’
Penyebarluasan pemikiran Mazhab
Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki.Diawali melalui kitab usul
fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqhnya al-Umm, pokok pikiran dan prinsip dasar
Mazhab Syafi ’i ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya.
Tiga orang murid Imam asy-Syafi ’i yang terkemuka sebagai penyebar luas dan
pengembang Mazhab Syafi’i adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H./846 M.),
ulama besar Mesir; Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H./878 M.),
yang diakui oleh Imam asy-Syafi ’i sebagai pendukung kuat mazhabnya; dan
ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.), yang besar jasanya dalam
penyebarluasan kedua kitab Imam asy-Syafi ’i tersebut.
Pemikiran Mazhab Hanbali diawali
oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Ia terkenal sebagai ulama fiqh dan hadits terkemuka
di zamannya dan pernah belajar fiqh Ahlurra’yi kepada Imam Abu Yusuf dan Imam
asy-Syafi’i. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah, prinsip dasar Mazhab Hanbali
adalah sebagai berikut:
- An-Nusus (jamak dari nash), yaitu Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, dan Ijma’;
- Fatwa Sahabat;
- Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum yang dibahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW;
- Hadits mursal atau hadits daif yang didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma’; dan
- Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai,akan digunakan qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam keadaan yang amat terpaksa. Prinsip dasar Mazhab Hanbali ini dapat dilihat dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam perkembangan Mazhab Hanbali pada generasi berikutnya, mazhab ini juga menerima istihsan, sadd az-Zari’ah, ’urf; istishab, dan al-maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam.
Para pengembang Mazhab Hanbali
generasi awal (sesudah Imam Ahmad bin Hanbal) diantaranya adalah al-Asram Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani al-Khurasani al-Bagdadi (w. 273 H.), Ahmad
bin Muhammad bin al-Hajjaj al-Masruzi (w. 275 H.), Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi
(w. 285 H.), dan Abu al-Qasim Umar bin Abi Ali al-Husain al-Khiraqi al-Bagdadi
(w. 324 H.). Keempat ulama besar Mazhab Hanbali ini merupakan murid langsung
Imam Ahmad bin Hanbal, dan masing-masing menyusun buku fiqh sesuai dengan
prinsip dasar Mazhab Hanbali di atas.
Tokoh lain yang berperan dalam
menyebarluaskan dan mengembangkan Mazhab Hanbali adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Qayyim al-Jauziah. Sekalipun kedua ulama ini tidak selamanya setuju dengan
pendapat fiqh Imam Ahmad bin Hanbal, mereka dikenal sebagai pengembang dan
pembaru Mazhab Hanbali. Disamping itu, jasa Muhammad bin Abdul Wahhab dalam
pengembangan dan penyebarluasan Mazhab Hanbali juga sangat besar. Pada
zamannya, Mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi.
Al Ghazali merupakan ulama besar
dalam bidang agama. Ulama yang banyak menghasilkan karya ini bernama Abu
Muhammad Al Ghazali, dilahirkan di kota Thur, Khurasan yaitu daerah Persia pada
tahun 450 H/1085 M. Al Ghazali juga terkenal dengan istilah Ghazzali yang
berarti tukang pintal benang, karena pekerjaan orang tuanya adalah memintal
benang dari wol [3] .Olehayahnya, Al Ghazali bersama saudranya dititipkan kepada
seorang ulama tasawuf guna mendidiknya ketika kecil. Sedangkan untuk mencari
ilmu-ilmu yang lain, beliau belajar dari satu tempat ke tempat lain. Di Jurjan,
beliau mempelajari ilmu fikih dan bahasa arab. Kemudian di kota Nisabur, dekat
thus. Disini beliau belajar dari Imam Al Haramain (Al Juwaini) yang mengajar
berbagai Ilmu pengetahuan. Dengan tekun beliau memperdalam berbagai ilmuseperti
logika, ilmu kalam, dan ilmu-ilmu yang lain. Setelah itu beliau pindah ke kota
bagdad yang kemudian dikota inilah beliaumulai mengajarkan ilmu yang
telahdikuasainya. Sekian lama mengajarkan ilmunya, Al Ghazali mulai mashur dan
semakin banyakorang yang tertarik.Kemashuran beliau akhirnya didengar juga
olehNizham Al Mulk yang saat itu berada di bawah dinasti sultan Saljuk.Maka
diangkatlah Imam Ghazali sebagai guru besar pada Universitas yang dimiliki oleh
Nizham Al Mulk.
Kemudian kedudukannya sebagai
pejabat tinggi dalam pemerintahan kemashurannya telah mempengaruhi jiwanya
akancinta kepada kebendaan, mengharap penghormatan, kemewahan dan harta
benda.Tetapi pengaruh yang demikian itu tidak lama mempengaruhi jiwanya.Lalu
timbul pergolakan-pergolakan didalam hatinya yang menyebabkan beliau sakit.
Ketika dokter hendak menolongnya ia berkata bahwa penyakitnya sukar disembuhkan
karena penyakit beliau bukan berasal dari luar, akan tetapi berasal daridalam.
Oleh karena itu segala obat untuk perbaikan kondisi fisikAl Ghazali tidak
mebawa manfaat sama sekali
Oleh karena itu beliau mencoba
mengobati penyakitnya dengan kekuatan jiwanya sendiri.Diobatinya penyakitnya
dengan memohon pertolongan dari Allah SWT, memohon bantuan dan pertolongan agar
di sembuhkannya.Akhirnya berkat anugrah yang diberikan Allah penyakinyapun
sembuh, bahkan beliau mendapat ilham dan petunjuk darinya.Hatinya menjaditenang,
sikapnya menjadi tabah serta memperoleh kepastian tentang ilmu.Sejak itu beliau
mulai berani meninggalkan segala kemewahan harta kekayaan, kehormatanan dan
keluarga yangada di Bagdad.Kemudian beliau mulai mengembara ke Suriah padatahun
489H.sebelum pergi beliau mewakafkan segala harta kekayaannya yang beliau
peroleh di Bagdad. Dan dalam pengembaraannya itu Al Ghazali pernah mengembara
di Damaskus selama 11 tahun.
Di kota Damaskus inilah beliau mula-mula melakukan pertobatannya dengan melakukian kholwat I’tikaf, mensucikan diri membersihkan akhlaq dan budi pekerti dan selaluberfikir akan Allah SWT. Selain itu Al Ghazali pernah juga menetap diYerussalem disini beliau banyak berkholwat di masjid baitul Maqdis, perjalanan beliaupun sampai pada Mesir hingga Makkahdan Madinah untuk melakukan ibadah Haji.
Di kota Damaskus inilah beliau mula-mula melakukan pertobatannya dengan melakukian kholwat I’tikaf, mensucikan diri membersihkan akhlaq dan budi pekerti dan selaluberfikir akan Allah SWT. Selain itu Al Ghazali pernah juga menetap diYerussalem disini beliau banyak berkholwat di masjid baitul Maqdis, perjalanan beliaupun sampai pada Mesir hingga Makkahdan Madinah untuk melakukan ibadah Haji.
Pada masa pengembaraannya, Al
Ghazali sesekali pulang ke Bagdad guna menjenguk keluarganya, tradisi semacam
ini beliau lakukan secara terus menerus selama dalam pengembaraan. Dan
setelahsekian lama melaksanakan pengembaraan, akhirnya Al Ghazali pun kembali
lagi ke kampung halaman di Bagdad, sekali lagi perdana mentri Nizam AlMulk
meminta Al Ghazali untuk menjadi guru esar lagi pada Universitas Nizhamiyah
pada tahun 500 H/1106 M.
Beliau termasuk seorang tokoh yang disukai oleh orang-orang nasrani disebabkan karena beliau dianggap sebagai seorang muslim yang paling sehat dengan orang kristen [5] . Beliau termasuk orangyang menyelami ilmu sangat dalamdan menegakkan ibadah, pada tanggal 15 desember 1111 M/ 505H ia wafat.
Beliau termasuk seorang tokoh yang disukai oleh orang-orang nasrani disebabkan karena beliau dianggap sebagai seorang muslim yang paling sehat dengan orang kristen [5] . Beliau termasuk orangyang menyelami ilmu sangat dalamdan menegakkan ibadah, pada tanggal 15 desember 1111 M/ 505H ia wafat.
Pada masa ia menjadi mahasiswa, Al
Ghazali sangat mendambakam mencari ilmu pengetahuan yang mutlaq benar artinya
pengetahuan yang pasti dan tidak bisa salah juga tidak diragukan sedikitpun.
Maka Imam Al Ghazali mulai melakukan penelitiannya pada filsafat guna meneliti
barangkali kebenaran mutlaq berada dalam disiplin ini.Dengan membaca
tulisan-tulisan berbagai macam cabang filsafat tanpa guru seorangpun, Al
Ghazalitelah mampu menguasai ilmu filsafat dalam waktu yang sangat singkat.
Kemudian dari pembacaannya itu, hampir satu tahun ia lalui untuk merenungkan
apa yang telah dipadukannya hingga ia paham mana yang benardan mana yang salah
[6] .Ia membagi filosof dalam tiga golongan yaitu, materialis (dahriyyuun), naturalis
(thabi’iyyuun), dan theis (ilahiyyuun). Kelompok materialis terdiri dari
filosof awal, menyangkal pencipta dan pengatur dunia dan yakin bahwa dunia itu
telah ada dengan sendirinya sejak dahulu, dan Al Ghazali selalu mengganggap
mereka tidak beragama. Sedangkan kelompok naturalis terpesona dengan keindahan
serta keajaiban penciptaan dan sadar akan maksud yang berkelanjutan dan
kebijaksanaan dalam rencana segala sesuatunya,mereka mengakui suatu
eksistensipencipta bijaksana, tetapi merekamenyangkal kerohanian dan
keniscayaan jiwa manusia. Kepercayaan kepada surga, neraka dan hari akhir
mereka anggap sebagai dongeng nenek moyang atau khayalan para ulama.Dan
kemudian golongan theis, kaum ini tergolong kepada para filsuf yang lebih
modern seperti Socrates, Plato dan Aristoteles.Meski mereka menyerang golongan
materialis dan Naturalis dan menelanjangi mereka dengan efektif sekali, Al
Ghazali masih menganggap mereka kafir dan menggunakan faham bid’ah.
Karena tidak puas dengan
filsafat,Akhirnya Al Ghazali beralih ke jalan tasawuf, karena dia yakin bahwa
para sufi dan orang-orangpencari kebenaran yang betul-betul mencapai tujuan.
Pendekatan Al Ghazali dengan jalan ini adalah melalui pendekatan
intelektual.Seperti dikatakannya sendiri, “pengetahuan itu lebih mudah daripada
kegiatan”.Aku memulai dengan membaca buku-buku mereka dan mendapatkan pemahaman
intelektual yang menyeluruh tentang prinsip-prinsip mereka. Ia menyadari bahwa
para sufi bukanlah orang yang suka kata-kata ( Ashab Al Aqwal ) tetapi orang
yang nyata berpengalaman ( Arhab Al Ahwal ),dan yang perlu ia lakukan ialah
menghayati hidup berlatih dan mengesampingkan dunia. Kemudiania merasa bahwa
yang paling utama dalam prinsip-prinsip itu hanya bisa dicapai lewat pengalaman
pribadi, luapan gairahdan suatu perubahan watak.
Setelah menganut tasawuf, Al Ghazali
mengabdikan dirinya dengan melakukan latihan-latihan sufi dengan menyepi dan
menyendiri ( Riyadhoh ). Dia menyibukkan diri untuk memurnikan jiwanya dari
kekejian,memperindahnya dengan kebajikan-kebajikan dan mengisi jiwa itu dengan
dzikir-dzikir kepada Allah SWT, sesuai dengan pengetahuan yang didapatnya dari
mempelajari tulisan-tulisan beberapa ahli tasawuf. Dengan latihan jiwa yang
berat selama sepuluh tahun yang berturut-turut dilewatinya mulai dari Damaskus,
Yerussalem, Hebron, Hijaz, Iraq,Thus. Ia maju pesat di jalan sufi. Banyak
rahasia-rahasia yang berhasil dibukukannya selama bertahun-tahun. Dan ia juga
yakin sepenuhnya bahwa jalan sufi jalan terbaik yang pantas dilalui oleh
manusia. Sikap Al Ghazali terhadap faham sufi tidak pernah berubah sampai akhir
hayatnya.
- Karakteristik Tasawuf Al Ghazali
Tasawuf yang dibangun oleh Al
Ghazali mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tasawufnyaAbu Yazid Al
Bustami atau Abu Mansur Al Hallaj yang lebih cenderung kepada rasa cinta kepada
Tuhan yang kemudian meninggalkan segalanya. Karaktertasawuf Al Ghazali adalah
tasawufyang religius sunni yang bertumpupada kesucian rohani serta keluhuran
budi yang merupakan perwujudan paling otentik dan valid dari religiusitas
seseorang. Tasawuf yang sunni inilah kemudian diterima oleh kalangan luas dan
akhirnya mempunyai pengaruh yang begitu kuat di dunia Islam.
Al Ghazali juga telah berhasil
menghubungkan rumusan-rumusan dogmatic dan formal dariilmu kalam ortodoks
dengan ajaran agama yang dinamis.Sehingga beliaulah pelopor yang telah berhasil
dan mampu menghidupkan kembali dua disiplin tersebut dengan semangat wahyu yang
orisinil. Artinya dia telah memberi pelajaran yang sangat berharga kepada
golongan skolastik murni serta mampu melenturkan watak dogmatis ajaran agama
dan memasukkan dimensi yang vital diantara segi-segi lahiriah ( eksoterik )
dengan segi batiniah
Dari sekian panjang perjalanan
rohani yang telah dilalui oleh Al Ghazali, ada beberapa ajaran yang telah
dirumuskannya dan terkodifikasi. Pertama, Ajaran itu adalah Ma’rifat, Al
Ghazali menggunakan tasawuf untuk mencari apa yang diyakininya sebagai
kebenaran. Kebenaran yang dicari itu didapatkan melalui pengalaman batin
(dzauq).Dan dengan latihan-latihan yang panjang dan berat, didapatlah ilham
yang menerangi hati dari Allah SWT sehingga dengan penerangan itu tersingkaplah
kebenaran yang hakiki. Orang jikatelah memperoleh kebenaran yang hakiki inilah
kemudian disebut dengan orang yang telah ma’rifat
Ilmu ma’rifat menurut Al Ghazali,
bukanlah didapat semata-mata dengan akal.Karena ilmu ma’rifat merupakan ilmu
yang sebenarnya mengenal tuhan, mengenal hadratrububiyah .Ujud tuhan meliputi
segala wujud.Tidak ada yang ujudmelainkan Allah dan perbuatannya. Allah dan
perbuatannya adalah dua bukan satu [15] .disinilah Al Ghazali berbeda dengan Al
Hallaj dan ulama sufi lainnya yang berpengaruh. Ujudnya itu adalah kesatuan
alam semesta (wihdatul wujud). Alam seluruhnya ini adalahmakhluq dan bukti
tentang kekuasaan dan kebesarannya apabila telah jelas dalam hati ma’rifat akan
tuhan dalam hatinya akan hakikat ketuhanan dan sifat-sifat serta af’al-af’al
dan nikmat rahmat yang terkandung dalam kejadian dunia dan akhirat, itulah
kebahagiaan yang sejati.
Sarana ma’rifat seorang sufi adalah
kalbu, bukan perasaan danbukan pula akal budi. Kalbu, menurut Al Ghazali
bukanlah bagian tubuh yang dikenal terdapat pada sebelah kiri dada seorang
manusia, tapi ia adalah percikan rohaniah ketuhanan yang merupakan realitas
hakikat manusia, terkadang ia berkaitan dengan segumpal daging manusia, namun
akal budi belum mampu memahami perkaitan antar keduanya [16] . masih
menurutnya,kalbu bagaikan cermin, sementarailmu adalah pantulan gambar realitas
yang terdapat didalamnya. Jelasnya, jika cermin kalbu tidak bening, maka ia
tidak dapat memantulkan realitas-realitas ilmu. Dan yang membuat cermin kalbu
tidak bening adalah hawa nafsu tubuh.Sementara ketaatan kepada Allah serta
keterpalingan dari tuntutan hawanafsu itulah yang justru membuatkalbu berlinang
dan cemerlang.
Kedua, tingkatan manusia. Menurut Al
Ghazali, kecerdasan dan kesanggupan akal manusia berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Akan senantiasa terdapat orang yang awam (manusia biasa) dan
orang yang khowas (manusia dengan kelebihan kecerdasan). Maka kemudian beliau
membagi beberapa tingkatan manusia untuk mencapai tingkat keimanandan ketaqwaan
- Tingkatan orang awam. Orang awam ini mempercayai kabar berita yang dibawa oleh orang yang dipercayainya.
- Iman orang alim. Dia mendapatkan keimanan dari membandingkan, meneliti dan memeriksa dengan segala kekuatan dan intelektualitasnya.
- Iman orang arifin. Dia akan tumbuh keyakinan setelah menyaksikan sendiri akan kebenaran itu dengan tidak ada sekat-sekatnya lagi.
Ketiga, kebahagiaan. Menurut Al
Ghazali, kebahagiaan adalah tujuan akhir jalan para sufi sebagai buah
pengenalan terhadap Allah [18] .Jalan menuju kebahagiaan itu adalah ilmu
beserta amal sebagaimana beliau telah menyatakan, “Seandainya anda memandang
kearah ilmu, niscaya anda akan melihatnya bagaikan begitu lezat sehingga ilmu
itu dipelajari karena kemanfaatannya.Andapun niscayamendapatkannya sebagai
sarana menuju akhirat serta kebahagiaan, dan juga sebagai jalan mendekatkan
diri kepada Allah.Namun hal ini mustahil tercapai kecuali dengan ilmu dan amal.
Al Ghazali mendasarkan teori
kebahagiaan kepada sebuah analisa psikologis, dan ia menekankan pula bahwa
setiap bentuk pengetahuan itu asalnya bersumber dari semacam kelezatan dan
kebahagiaan. Kebahagiaan setiap sesuatu adalah kelezatan dan keterbuaian.Maka
kelezatan sesuatu itu hendaklah selaras dengan tabiatnya.Adapun kelezatan
khusus kalbu adalah pengenalan terhadap Allah.Kelezatan itu sendiri merupakan
buah dari pengetahuan.Sebab seandainya seseorang mengetahuisesuatu yang sebelumnya
tidak diketahui, niscaya dia menjadi gembira. Begitu pula pengetahuanterhadap
Allah yang melekat dalam kalbu, niscaya akan membuat gembira seorang yang arif
serta membuatnya gelisah menantikan penyaksiannya.
Semakin banyak pengetahuan yang
dapat diserap, semakin besarlah tingkat kepuasan dan bertambah mendalamlah rasa
kebahagiaannya. Itulah sebabnya orang yang lebih luas ilmu pengetahuannya lebih
merasa berbahagia daripada orang yang yang kurang pengetahuan, semakin tinggi
ma’rifatullah seseorang mengenai Tuhan maka ia akan semakin bahagia
Sehingga kesempurnaan hidup manusia
dapat diperoleh dengan mengaktualisasikan kesempurnaanbatin. Dan kesempurnaan
batin hanya dapat ditempuh dengan jalan tasawuf dan tidak cukup dengan melalui
jalan filsafat [20] .Dan disini jelaslah pandangan Al Ghazali terhadap
filsafat, menurutbeliau filsafat bukanlah sesuatu yang final.Filsafat merupakan
suatu upaya manusia yang tidak pernah dapat dihentikan karena memang tidak
pernah selesai.Tasawuflah yang dapat mengakhiri ketidakpastian pencarian
filsafat tersebut.
Orientasi umum pemikiran Imam Al
Ghazali mengarah kepada konsep pengembangan kesempurnaan manusia. Suatu konsep
kesempurnaan yang terlukis dalam term insane kamil atau dalam term lain
dinyatakan sebagai manusia taqwa
Banyak sekali ilmu yang telah
disumbangkan oleh Al Ghazali dalam rangka menambah hasanahkeilmuan agama islam.
Hasil karya Al Ghazali mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku
keberagamaan umat muslim setelahnya. Ini terbukti dari banyak hasil karyanya
yang telahditerjemahkan kedalam beberapa bahasa sebagai respon positif atas
ajaran-ajaran yang disampaikannya.
Al Ghazali juga dapat di
golongkansebagai mujaddid dibidang agama karena beliau telah memberikan suatu
kontribusi yang sangat spektakuler berkenaan dengan terobosannya dibidang
tasawuf. Dengan formulasi tasawufnya itu, ia mampu menyatukan pandanganatau
setidaknya mendekatkan persepsi antara golongan ahlu sunnah dengan golongan
tasawuf itu sendiri sehingga memudarnya truth claim dari masing-masing kelompok
yang sebelumnya telah sampai pada derajat pembid’ahan atau bahkan pengkafiran.
Hasil renungan-renungan brilian
AlGhazali tidak hanya di konsumsi oleh kaum muslimin saja, akan tetapi banyak
juga orang-orang nasrani termasuk para pendeta besar pada abad pertengahan yang
mengambil referensi dari hasil pemikiran dan renungan beliau. Ini merupakan
pertanda bahwa kebenaran-kebenaran yang di sampaikan oleh Al Ghazali merupakan
kebenaran universal yang dapat diterima tidak saja oleh kalangan muslim, akan
tetapijuga dapat diterima oleh kalangannon muslim.
Sedang secara kewilayahan,
kontribusi Al Ghazali dalam pemahaman tentang konsepsi tasawuf tidak saja
berkembang didearah Timur Tengah saja.Akan tetapai jiwa atau semangat ajaran
beliau juga masih terasa sangat kental di Indonesia. Ini di buktikan dengan
banyaknya pesantren di Indonesia yang memasukkan materi kajian Ihya’ Ulum Al
Din dalam materi dasarnyameskipun mereka tidak menyatakan sebagai tasawuf sunni
[22] .dan sampai saat ini pengaruh ajaran Ghazali semakin kuat karena
disamaping di da’wahkan oleh para ulama-ulamabesar seperti syaikh Ar Raniri,
syaikh Hasyim Asy ‘arie dan lain sebagainya, semakin banyak buku-buku karya
beliau yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
Abu AI-Qasim Al-Junayd bin Muhammad
Al-Junayd AI-Khazzaz Al-Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq,
la berasal dari keluarga Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian
pindah ke Iraq. Ayahnya, Muhammad ibn Al-Junayd. Ia adalah murid dari Sirri
al-Saqati dan Haris al-Muhasibi.
Al-Junayd pertama kali memperoleh
didikan agama dari pamannya (saudara ibunya), yang bernama Sari Al-Saqati,
seorang pedagang rempah-rempah yang sehari-harinya berkeliling menjajakan
dagangannya di kota Baghdad. Pamannya ini dikenal juga sebagai seorang sufi
yang tawadhu dan luas ilmunya. Berkat kesungguhan dan kecerdasan Al-Junayd,
seluruh pelajaran agama yang diberikan pamannya mampu diserapnya dengan baik.
Dan ia meninggal tahun 297 H / 298 M. dan dianggap sebagai perintis dari
tasawuf yang bercorak ortodoks.
Mengenai penegertian tasawuf,
Al-Junayd al-Baghdadi mengatakan bahwasanya tasawuf ialah bahwa engkau bersama
Allah tanpa penghubung.[3] Sementara menurut Basyuni mendefinisikan
tasawuf ialah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa kepada amal dan perbuatan
yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari kehidupan dunia dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat
dengan-Nya.
Akan tetapi Al-Junayd al-Baghdadi,
lebih memperinci lagi. Ia membagi definisi tasawuf ke dalam empat
bagian, yaitu:
- Tasawuf adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan antara kita dengan-Nya tiada perantara.
- Tasawuf adalah Melakukan semua akhlak yang baik menurut sunah rasul dan meninggalkan akhlak yang buruk.
- Tasawuf adalah Melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah.
- Tasawuf adalah Merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah SWT.
Sehingga dari definisi-definisi
taswuf diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tasawuf ialah
upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan jalan menyucikan
diri dari segala sesutu yang dapat mencegah untuk dekat kepadaNya. Baik yang
berupa perintah maupun yang dilarang oleh Allah SWT.
Sebelum ajaran tasawuf Al-Junayd
al-Baghdadi, terdapat Pandangan-pandangan para sufi cukup radikal, memancing
para yuris (fukaha) atau ahli fikih untuk mengambil sikap. Sehingga muncul
pertentangan antara para pengikut tasawuf dan ahli fikih.Ahli fikih memandang
pelaku tasawuf sebagai orang-orang zindik, yang mengaku Islam tapi tidak pernah
menjalankan syariatnya.Hal ini karena, banyak pelaku tasawuf yang secara lahir
meninggalkan tuntunan-tuntunan syari’at.Sebaliknya, tokoh zuhud-tasawuf
memandang tokoh-tokoh fikih sebagai orang-orang yang hanya memperhatikan
legalitas suatu persoalan, banyak penyelewengan dilakukan untuk mendapatkan
hal-hal yang sebenarnya dilarang.
Dari adanya hal itu, Al-Junayd
al-Baghdadi memberikan penegasan lebih lanjut akan pentingnya amalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Menurut al-Junayd, tasawuf adalah
pengabdian kepada Allah dengan penuh kesucian. Oleh karena itu, barang siapa
yang membersihkan diri dari segala sesuatu selain Allah, maka ia adalah sufi.
Karena penekanan pada aspek amaliah
inilah, maka tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi terkesan berusaha menciptakan
keseimbangan antara syari’at dan hakikat. Ini merupakan kecenderungan yang
berbeda sama sekali dengan tasawuf yang berorientasi pada pemikiran atau
falsafah. syari’at yang tidak diperkuat dengan hakikat akan tertolak, demikian
pula hakikat yang tidak diperkuat dengan syari’at juga akan tertolak. Syari’at
datang dengan taklif kepada makhluk sedangkan hakikat muncul dari pengembaraan
kepada yang Haq (Allah).[6] Hal itu berarti kedekatan kepada Allah dapat
dicapai manakala orang telah melaksanakan amaliah lahiriah berupa syari’at dan
kemudian dilanjutkan dengan amaliah batiniah berupa hakikat.
Al-Junayd dikenal pemikirannya
beraliran salaf.la tidak bersikap radikal dalam menghadapi setiap persoalan. la
lebih berkonsentrasi pada ajaran tasawufnya yang bersandarkan pada Al Quran dan
Hadis.
Dimana, pada umumnya orang memahami
Zuhud sebagai sikap hidup para sufi yang meninggalkan kebahagiaan duniawi.
Mereka membekali diri untuk mengejar kehidupan dan kebahagiaan akhirat semata,
seolah tidak peduli dengan urusan duniawi atau urusan orang lain di sekitarnya.
Jangankan urusan duniawi orang lain, untuk kebutuhan hidupnya sendiri pun
terkadang ia tidak terlalu peduli.
Karena diakuiatau tidak bahwasanya
Tasawuf sebenarnya telah ada sejak Rasulullah, akan tetapi Rasulullah tidak
secara langsung meneyebutkannya dengan tasawuf secara gamlang. Hal itu dapat
terlihat dari pola hidup serta tata cara beliau dalam segala bentuk hidupnya
yang menampilkan dengan penuh kesederhanaan. Namun pada perkembangan
selanjutnya tasawwuf mengalami kemajuan yang dikembangkan oleh masing-masing
tokoh tasawuf dengan model masing-masing.
Begituhalnya mengenai masalah hulul
dan ittihad yang tetap melandasinya dengan apa yang terdapat didalam ajaran
al-Qur’an dan hadis. Artinya tasawuf Junaid al-Baghdady ini tetap
memandang bahwa pentingnya syariat demi mencapai akhirat. Dimana, ajaran
tasawuf al-Junaid ini sama dengan ajaran tasawuf Al-Muhibbi yang memberi
tekanan besar pada disiplin diri atau lebih sepesifik pada disiplin
kalbu. Ia memperjelas antara orientasi ukrawi dan moralitas.
Dari ajaran tasawuf Al-Junayd
al-Baghdadi ini sangat jelas bahwasanya, orang sufi itu tetap diwajibkan
menjalankan syari’at untuk mencapai kehadirat Ilahi Rabbi. Tanpa menjalankan
syari’at, seseorang tidak akan sampai kepada Allah SWT.
PENUTUP
Dalam bidang aqidah kita meyakini
ada 2 tokoh dalam bidang tersebut yaitu Al-Asy’ari dan Al-Maturidi yang mana
keduanya memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Yang mana alasy’ari mengikuti
mazhab alsyafi’i, sedangkan almaturidi mengikuti mazhab hanafi keduanya
sama-sama menyebarkan ajaran islam namun dengan cara pandang mereka sendiri.
Sedangkan dalam bidang fiqh kita
memiliki 4 mazhab yaitu mazhab imam syafi’i, mazhab imam hanafi, mazhab imam
hambali, dan mazhab imam maliki. Yang mana munculnya perbedaan mazhab ini
muncul karena adanya perbedaan pendapat dikalangan ahli hukum islam mengenai
aspek-aspek ajaran islam.
Berkat kerja keras yang dilakukan
oleh Al Ghazali, telah banyak terobosan-terobosan baru bagi kehidupan keagamaan
di masa beliau maupun setelahnya.Sikap toleransi, saling menghormati, dan
keselamatan jiwa merupakan ajaran yang secara tersirat beliau sampaikan kepada
umat manusia. Sesungguhnya semua hal yang telah dilakukan oleh beliau merupakan
hasil dari proses pencarian kebenaran mutlaq yangbeliau idamkan selama hidup.
Sementara penegrtian tasawuf menurut
Al-Junayd al-Baghdadi adalah Tasawuf adalah Mengenal Allah, sehingga hubungan
antara kita dengan-Nya tiada perantara.Ajarannya dengan melakukan semua akhlak
yang baik menurut sunah rasul dan meninggalkan akhlak yang buruk
dan melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah serta Merasa tiada
memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah SWT.Adapun
ciri tasawuf Al-Junayd al-Baghdadi yaitu adanya keterkaitan antara syari’at
dan hakekat yang dilandasi dengan ajaran-ajaran dari al-Qur’an dan
Hadis.Sementara para pengikut alAsy’ari sendiri sesudahnya, lebih cenderung
mengikuti pendekatan ta’wil, meskipun pendekatan ini berbeda dengan pendekatan
ta’wil versi Mu’tazilah.
Kita sebagai orang islam harus
memiliki rasa percaya pada salah satu m,azhab yang kita anut seperti yang
dianut oleh Ahlussunnah wal jamaah yaitu mazhab Syafi’i dan mengikuti ajaran
tassawuf dari al-Ghazali. Hendaknya kita percaya pada Allah dan para rasul dan
juga para khulafaur rassyidin yang telah memberi tahu kita mengenai sejarah
Islam.
Anshor, D. M. (2012). Bahth
Al-Masail Nahdlatul Ulama. Yogyakarta: Teras.
Suyatno. (2011). Dasar-Dasar Ilmu
Fiqh Dan Ushul Fiqh. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Komentar
Posting Komentar